Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Muncul Pertentangan, Pemerintah Tetap Akan Tuntaskan Kasus 1965

Kompas.com - 03/06/2016, 19:50 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa pemerintah akan tetap mengupayakan penyelesaian kasus peristiwa 1965 meski hal tersebut akan menimbulkan pro dan kontra.

Luhut mengatakan, pemerintah telah menerima sembilan poin rekomendasi hasil simposium anti-Partai Komunis Indonesia (PKI) yang telah diserahkan oleh sejumlah purnawirawan TNI dan perwakilan organisasi masyarakat pada Jumat (3/6/2016) sore.

Sembilan poin rekomendasi tersebut akan disinkronkan dengan hasil simposium nasional 1965 yang sudah lebih dulu diterima pemerintah. Kedua rekomendasi ini akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam menuntaskan peristiwa 1965. 

"Yang berbeda akan disatukan terlebih dulu, sebelum diserahkan kepada Presiden. Saat ini, kami masih menampung masukan dari tim Kejaksaan Agung dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Saya berharap dalam bulan ini sudah (diserahkan ke Presiden)," kata Luhut saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (3/6/2016).

(Baca: Isu PKI Dinilai Dimunculkan untuk Halangi Pengungkapan Kebenaran Tragedi 1965)

Selain itu, Luhut juga mengatakan bahwa rekomendasi yang akan diserahkan kepada Presiden pada dasarnya merupakan bentuk pengakuan pemerintah atas tragedi kemanusiaan pada peristiwa 1965 dan menyesali terjadinya tragedi tersebut.

Pemerintah, kata Luhut, akan berterus terang dan membuka semua fakta seputar peristiwa 1965 yang berhasil digali.

"Intinya kami akan terus terang, sudah berkali-kali kami sampaikan, kami menyesalkan peristiwa 1965, kira-kira begitu," ujar Luhut.

(Baca: Ini Sembilan Rekomendasi dari Simposium Anti PKI)

Sebelumnya, sejumlah purnawirawan TNI dan perwakilan organisasi masyarakat anti-Partai Komunis Indonesia (PKI) menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan di kantor Menko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat.

Dalam kesempatan itu, mereka menyampaikan hasil Simposium "Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain" yang diadakan beberapa waktu lalu di Balai Kartini.

Pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Syihab mengatakan bahwa sembilan poin hasil simposium telah diserahkan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam upaya menyelesaikan kasus peristiwa 1965.

(Baca: Fadli Zon: Rekonsiliasi Berdasarkan Simposium 1965, Pemerintah Ngawur!)

"Kami bersama Gerakan Bela Negara telah menyampaikan sembilan poin hasil simposium yang diadakan di Balai Kartini kemarin. Itu sudah kami serahkan kepada Pak Menko Polhukam untuk diteruskan kepada Presiden," ujar Rizieq.

Selain itu, Rizieq juga menuntut pemerintah agar tidak meminta maaf kepada para keturunan anggota PKI.

Pemerintah pun diminta bersikap tegas untuk menindak setiap orang yang menyebarkan atribut, paham ideologi, dan kegiatan-kegiatan yang berpotensi menghidupkan kembali ideologi komunisme.

Menurut dia, PKI-lah yang seharusnya meminta maaf kepada negara Indonesia karena telah melakukan pengkhianatan dan pembantaian massal.

Selain Rizieq Syihab, beberapa perwakilan lain yang menemui Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan di antaranya Ketua Panitia Pelaksana Simposium Anti-PKI Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Kiki Syahnakri, Mayor Jenderal Purnawirawan TNI Kivlan Zen, dan Ketua Gerakan Bela Negara Budi Sudjana.

Kompas TV Kuburan Massal Korban 1965 Ada di Semarang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com