Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Ada Putusan Hukum Dinilai Kontras Tak Hilangkan Dugaan KKN Soeharto

Kompas.com - 24/05/2016, 23:24 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani mengatakan bahwa meskipun belum ada fakta hukum yang membuktikan Soeharto bersalah, namun hal tersebut tidak menghilangkan dugaan adanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semasa Soeharto menjadi Presiden.

Sebagaimana disebutkan dalam TAP MPR XI/1998 Pemerintah pernah mendorong dilakukannya pengadilan bagi Soeharto dan kroninya terkait kasus KKN.

"Sampai sekarang memang belum ada proses hukum, tapi bukan berarti menggugurkan fakta adanya dosa pelanggaran HAM dan KKN pada masa Orde Baru," ujar Yati saat memberikam keterangan pers di kantor Kontras, Selasa (24/5/2016).

Lebih lanjut Yati menjelaskan, pada era Pemerintahan Soeharto pers dibatasi dan dibredel. Selain itu menurut catatan Kontras, Soeharto bertanggung jawab atas berbagai peristiwa pelanggaran HAM dan tindak pidana korupsi.

Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 140/PK/Pdt/205 juga pernah menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib membayar uang sebesar 4,4 triliun kepada Pemerintah RI.

Soeharto, kata Yati, tidak pernah dipidana bukan karena terbukti tidak bersalah, namun dideponir karena kondisi kesehatan yang memburuk.

"Belum pernah dipidana bukan berarti tidak tidak bersalah karena pengadilan waktu itu selalu diundur karena alasan Soeharto sakit," kata Yati.

Sebelumnya, politisi Partai Golkar Roem Kono menilai Pasal 4 TAP MPR Nomor XI/1998 tidak akan mengganjal pemberian gelar pahlawan terhadap Presiden kedua RI Soeharto.

Meskipun dalam Tap MPR tersebut nama Soeharto disebut sebagai contoh pejabat negara yang berpotensi diselidiki atas dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme, namun Roem menilai belum ada fakta hukum yang membuktikan Soeharto bersalah.

"Fakta hukum kan belum ada," kata Roem di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/5/2016).

(Baca: Politisi Golkar Nilai Belum Ada Fakta Hukum Soeharto Bersalah)

Roem pun yakin mayoritas masyarakat tidak keberatan Soeharto dijadikan pahlawan nasional. Menurut dia, hanya segelintir elite dan masyarakat yang keberatan dengan rencana Golkar mengusulkan status pahlawan nasional terhadap Soeharto.

Nama Soeharto dalam Tap MPR Nomor XI/1998 itu tercantum pada Pasal 4. Dalam pasal itu ditulis:

"Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluaga, dan kroninya maupun pihak-swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak asasi manusia."

(Baca: Masinton Nilai Gelar Pahlawan untuk Soeharto Terganjal Tap MPR)

Kompas TV Golkar Inginkan Gelar Pahlawan untuk Soeharto

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com