JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mendesak Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali membuat langkah strategis untuk menyikapi permasalahan korupsi yang marak terjadi di lembaga yudisial.
Menurut salah satu anggota KPP, Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, perkara korupsi yang melibatkan pegawai MA menunjukkan praktik korupsi di lembaga peradilan memiliki jaringan yang luas.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tercatat pernah menangkap tangan panitera PTUN Medan dan Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali MA, Andri Tristanto Sutrisno.
Kasus tersebut, kata Bivitri, menunjukkan bahwa seorang berpotensi melakukan korupsi meskipun yang bersangkutan tidak memiliki kewenangan.
(Baca: KPK Sita Uang Rp 1,7 Miliar dalam Berbagai Pecahan Asing di Rumah Sekretaris MA)
Dalam kasus Andri, perkara yang menjadi permasalahan merupakan kasus pidana yang bukan menjadi tugas pokok dan fungsi kewenangan Andri sebagai pegawai MA.
"Tertangkapnya pegawai MA tidak bisa dilihat sebagai persoalan individu semata melainkan adanya kelemahan sistem pengawasan internal. Karena itu, langkah strategis perlu diambil oleh Mahkamah Agung," ujar Bivitri saat memberikan keterangan pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016).
Lebih jauh, Bivitri mengatakan, langkah strategis tersebut tidak hanya dilakukan dengan membentuk tim khusus di bawah badan pengawas MA, melainkan juga bekerja sama dengan KPK dan Komisi Yudisial dalam memetakan jaringan mafia peradilan dan merumuskan sistem pengawasan.
(Baca: Sekretaris MA Nurhadi Dicegah ke Luar Negeri)
Dia menjelaskan, modus korupsi yang dilakukan oleh pelaku sudah dapat dikategorikan sebagai jaringan mafia peradilan. Oleh karena itu, pengusutan kasus ini juga harus sampai pada tahap pemetaan potensi korupsi di lembaga peradilan.
"Seharusnya ada itikad baik pembaruan MA. Ketua MA bisa membuat kerja sama dengan KPK dan KY untuk memetakan upaya pencegahan. Saya melihat belum ada langkah konkret sampai saat ini," kata Bivitri.
Selain itu, Bivitri juga meminta KPK menjalankan fungsi pencegahan dalam rangka memperbaiki sistem di Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya.
Menurut dia, KPK tidak boleh hanya berhenti pada penangkapan pelaku melainkan juga mengembangkan kasus tersebut untuk memetakan wilayah rawan korupsi di pengadilan.