Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satgas "Tax Amnesty" Dikhawatirkan Buka Ruang Korupsi

Kompas.com - 29/04/2016, 19:53 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Satuan tugas tax amnesty yang diwacanakan dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikhawatirkan memunculkan ruang bagi tindak pidana korupsi.

Hal itu diungkap Manajer Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi.

"Task force (tax amnesty) itu ruang transaksionalnya tinggi," ujar Apung di kantornya pada Jumat (29/4/2016).

Ruang korupsi yang dimaksud yakni saat seseorang mengikuti pengampunan pajak. Satgas akan terlebih dahulu melacak aliran uangnya. Jika diketahui uang itu hasil korupsi, maka berpotensi memunculkan transaksi antara sang peserta dan Satgas.

"Ketika sudah ada tracking data, ini hasil korupsi dan macam-macam, ya akan dinegosiasikan," ujar Apung.

(Baca: Fitra Tuding Pemerintah Fasilitasi Samadikun Hartono Ikut "Tax Amnesty")

Satgas sangat rentan melakukan itu. Hal tersebut lantaran Satgas belum dinaungi payung hukum yang jelas. Fungsi pengawasan terhadap Satgas tersebut pun belum ada.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo membentuk Satuan Tugas Tax Amnesty. Satgas itu bertujuan memberikan kepastian hukum bagi warga negara Indonesia yang akan membawa uangnya pulang dari luar negeri ke Tanah Air.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Satgas itu beranggotakan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK), Gubernur Bank Indonesia, Jaksa Agung, Kepala Polri, serta Menteri Hukum dan HAM.

"Satgas memberi jaminan bagi kepastian hukum bagi para peserta tax amnesty," ujar Pramono di Kantor Presiden, Senin (25/4/2016).

(Baca: KPK Nilai RUU "Tax Amnesty" Tak Adil bagi Rakyat Kecil)

Intinya, WNI yang memulangkan uangnya ke Tanah Air dijamin kerahasiaannya dan tak akan dijadikan alat bukti penyelidikan dan penyidikan. Bahkan, siapa pun yang membocorkan data-data peserta tax amnesty diancam tindak pidana.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menambahkan, Satgas juga bertugas untuk memvalidasi asal uang WNI yang kembali ke Tanah Air.

Aliran uang itu tidak akan dijadikan bahan penyelidikan perkara kecuali hasil validasi membuktikan bahwa uang itu berasal dari tiga hal.

(Baca: Pemerintah Bentuk Satgas "Tax Amnesty", Apa Tugasnya?)

"Kami tidak akan mempermasalahkan dari mana asal-usul uang kecuali tiga hal. Perdagangan narkotika, perdagangan orang, dan tindak pidana terorisme. Itu yang dikecualikan," ujar Prasetyo.

Satgas itu akan aktif bekerja setelah Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak disahkan DPR. Saat ini, RUU tersebut masih dibahas di parlemen. Belum diketahui kapan UU itu disahkan.

Kompas TV DPR "Kebut" RUU "Tax Amnesty"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com