Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Luhut Dianggap Tidak Serius Beri Perlindungan kepada Penyintas Kasus 1965

Kompas.com - 15/04/2016, 15:24 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Reza Muharam dari International People's Tribunal on 1965 Crimes Against Humanity in Indonesia (IPT 1965) menilai ada aksi pembiaran oleh aparat kepolisian dalam peristiwa aksi penyerangan dan pembubaran pertemuan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966 (YPKP) oleh kelompok intoleran.

Buktinya, kata Reza, aparat yang berjaga di sekitar wisma tempat pertemuan tidak melakukan apa-ap dan cenderung memenuhi tuntutan kelompok Intoleran.

Reza mengatakan, bahwa Menkopolhukam Luhut Panjaitan seharusnya dapat merealisasikan janjinya dalam menjamin tidak ada lagi pembubaran paksa yang dilakukan oleh kelompok tertentu.

"Menkopolhukam terlihat tidak serius dalam memberikan jaminan kepada penyintas peristiwa kekerasan 1965," ujar Reza saat memberikan keterangan di kantor LBH Jakarta, Jumat (15/4/2016).

(Baca: Ini Kronologi Pembubaran Lokakarya Penyintas Kekerasan 1965)

Lebih lanjut, ia menjelaskan, pertemuan yang digagas oleh YPKP 1965 tersebut bertujuan untuk membahas informasi dan undangan yang mereka terima dari penyelenggara simposium nasional "Membedah Tragedi 1965".

Simposium tersebut diprakarsai oleh oleh Dewan Pertimbangan Presiden, Komnas HAM, Forum Solidaritas Anak Bangsa (FSAB) dan didukung oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.

Rencananya, Simposium Nasional dirancang sebagai dialog awal antara pemerintah dan korban untuk merumuskan pokok pikiran menuju rekonsiliasi nasional.

Dengan adanya aksi pembubaran, ia melihat masih ada bentuk intimidasi, diskriminasi, dan aksi teror untuk menciptakan rasa takut. Intimidari itu diduga untuk menggagalkan upaya pengungkapam kebenaran dan penuntutan hak reparasi serta rehabilitasi yang menjadi hak korban.

"Padahal bagian paling penting dari pemecahan masalah pelanggaran HAM adalah pengungkapan kebenaran tentang motif politik di balik pelanggaran berat HAM," ungkap Reza.

Kronologi pembubaran acara YPKP

Sebelumnya, Bejo Untung dari YPKP 1965 menceritakan kronologi peristiwa pembubaran tersebut.

Menurut penuturannya, satu hari sebelum kegiatan lokakarya, dirinya sudah memberikan surat pemberitahuan ke ketua RT, RW, Kapolsek Pacet, dan Kapolres Cianjur.

Pihak kepolisian pun, kata Bejo, sudah menyatakan tidak keberatan dengan kegiatan tersebut. Namun, pada kamis pagi, Bejo mendapatkan informasi sudah banyak berkeliaran tentara dan polisi dalam rangka mengamankan polisi.

Semakin malam, semakin banyak massa yang mendatangi wisma. Sehingga, pihak wisma pun memutuskan menghentikan kegiatan itu karena merasa tertekan dengan kelompok ormas tertentu.

Akhirnya, YPKP memutuskan untuk pindah ke LBH Jakarta. Ada sekitar 81 orang penyintas peristiwa kekerasan 1965 yang diungsikan. Semuanya sudah berumur di atas 60 tahun.

Mereka berasal dari beberapa daerah seperti Pare-Pare, Sumatera Utara, Sumatera dan Balikpapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com