JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta Djan Faridz kembali menegaskan dia tidak akan mengakui Muktamar VIII PPP.
Muktamar yang berlangsung pada 8-10 April 2016 di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur itu telah memilih Muhammad Romahurmuziy sebagai ketua umum.
Menurut Djan Faridz, dia merasa akan melanggar hukum jika mengakui dan bergabung dengan kepengurusan hasil muktamar itu.
Sebab, Mahkamah Agung sebelumnya sudah memenangkan kepengurusan Muktamar Jakarta yang digelar pada 2014 lalu.
"Aduh, suatu kesalahan yang luar biasa besarnya kalau saya bergabung bersama mereka untuk melawan keputusan MA," kata Djan saat dihubungi, Senin (11/4/2016).
Djan mengatakan, Indonesia adalah negara hukum. Semua pihak harusnya berpegang pada putusan MA yang bersifat final dan mengikat.
Djan mengaku tidak akan menggugat pelaksanaan Muktamar VIII kemarin karena menganggapnya batal demi hukum mengingat sudah ada putusan MA.
"Yang ada mungkin laporan ke polisi. Karena melakukan kegiatan dengan memalsukan nama PPP. Tanpa hak," ujar Djan.
Dia pun meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly tidak mengeluarkan SK untuk hasil Muktamar VIII di Asrama Haji Pondok Gede itu. Djan meminta Yasonna untuk taat hukum.
"Dunia hukum akan menangis (kalau Menkumham mengeluarkan SK)" ucapnya.
Romahurmuziy sebelumnya telah membuka pintu untuk mengakomodasi Djan Faridz di kepengurusan hasil Muktamar Islah itu.
(Baca: Jadi Ketum PPP, Rommahurmizy Akan Tetap Akomodasi Kubu Djan Faridz)
Namun, penolakan dari Djan Faridz dan sejumlah loyalisnya menjadikan upaya islah PPP terasa tak sempurna. (Baca juga: PPP dan Islah yang Tak Sempurna)