JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengusulkan agar pemerintah memperbaiki basis data keuangan setiap warga negara.
Tujuannya ialah agar sewaktu-waktu penegak hukum dapat menelusuri aset yang disimpan di luar negeri, yang diduga bersumber dari usaha ilegal atau korupsi.
"Selama ini, cara kita perlakukan ini sangat parsial dan tidak menyentuh problem masalah," ujar Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/4/2016).
"Misalnya, yang dilihat cuma tax amnesty, tidak bagaimana meminimalisasi potensi penempatan uang-uang yang diduga hasil kejahatan atau menghindari pajak," kata dia.
Menurut Bambang, basis data diperlukan untuk mengorek informasi keuangan seseorang.
Sebagai contoh, penegak hukum bisa mengonfirmasi dan mengklarifikasi sumber-sumber penghasilan seseorang yang dianggap mencurigakan.
Basis data tersebut, menurut Bambang, perlu diperkuat dengan kelengkapan identitas.
Identitas tersebut tidak sekadar data diri, tetapi juga sebagai alat kontrol dalam mengelola potensi kejahatan dan mengelola peningkatan uang.
Menurut Bambang, penguatan basis data dan identitas tersebut bisa menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak selaku lembaga yang mengurusi tentang pajak keuangan.
Sementara itu, jika laporan keuangan terindikasi sebagai kejahatan, yang paling bertanggung jawab adalah penegak hukum.
Penyimpanan uang di luar negeri menjadi topik di berbagai media internasional setelah dokumen hasil investigasi bertajuk "Panama Papers" terbongkar ke publik.
Panama Papers adalah nama dokumen yang dibocorkan koalisi wartawan investigasi internasional (ICIJ) pada Minggu (3/4/2016) kemarin.
Dokumen itu meliputi data transaksi keuangan para pimpinan politik dunia yang selama ini dianggap rahasia, juga sejumlah skandal keuangan global.
Bocoran itu juga disinyalir mengungkap data detail perjanjian keuangan tersembunyi para pengemplang dana, pengedar obat-obatan terlarang, miliarder, selebriti, bintang olahraga, dan lainnya.
Sebelum Panama Papers, ICIJ juga merilis dokumen sejenis dalam "Offshore Leaks". Namun, dokumen yang diungkap dalam Offshore Leaks tidak sebesar Panama Papers.
Dalam Offshore Leaks, terdapat 2.961 nama individu ataupun perusahaan yang muncul saat kata kunci "Indonesia" dimasukkan.
Selain itu, pada laman yang sama pun, muncul 2.400 alamat di Indonesia yang terdata dalam kolom "Listed Addresses".