Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Pilih Bayar Tebusan ke Abu Sayyaf, Effendi Simbolon Kritik Pemerintah

Kompas.com - 06/04/2016, 14:55 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi I DPR, Effendi Simbolon, mengkritik pemerintah terkait keputusan pemilik kapal yang akan memenuhi uang tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar kepada kelompok Abu Sayyaf.

Atas keputusan perusahaan itu, pemerintah menurut dia telah tunduk kepada kelompok yang menyandera 10 warga negara Indonesia (WNI) itu.

"Saya prihatin, masa kita harus tunduk dengan menerima tuntutan dan mengiyakan tebusan dari separatis atau pihak perompak," kata Effendi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/4/2016).

Seharusnya, menurut Effendi, pemerintah bisa mengerahkan terlebih dahulu seluruh kemampuannya untuk membebaskan 10 WNI. (Baca: Indonesia Utamakan Keselamatan 10 WNI yang Disandera Abu Sayyaf)

Terlebih lagi, kata dia, Indonesia memiliki TNI yang kemampuannya sangat mumpuni untuk melakukan operasi pembebasan sandera.

Effendi mengakui, pihak Filipina menolak militer Indonesia masuk ke daerahnya. Namun, semua itu masih bisa diupayakan dengan lobi dari Kementerian Luar Negeri. (Baca: Luhut: Filipina Turunkan Tiga Batalion Kepung Abu Sayyaf)

"Bayangkan nanti TNI hanya menjemput di perbatasan membawa pulang. Kalau tugas penjemputan, PMI saja dan relawan cukup karena sudah bebas dan diberi uang tebusan. Jadi, negara kita dalam kategori turut nego dengan teroris," ucap politisi PDI Perjuangan itu.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan, perusahaan pemilik kapal akan memenuhi uang tebusan. (Baca: Perusahaan Akan Beri Uang Tebusan Rp 14,3 Miliar ke Kelompok Abu Sayyaf)

"Perusahaannya sudah siap bayar," ujar Luhut di kantornya, Senin (4/4/2016).

Meski demikian, Luhut tak menjelaskan kapan uang itu akan diantarkan kepada penyandera anak buah kapal yang semuanya merupakan warga negara Indonesia tersebut. (Baca: Menlu: Kapal Anand 12 Ditemukan di Perairan Lahatdatu)

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan bahwa kapal tongkang Anand 12 yang sempat dibajak telah ditemukan di perairan Lahatdatu, Negara Bagian Sabah, Malaysia.

Kapal tersebut telah ditarik ke Pelabuhan Sabah, Malaysia, dan saat ini berada di tangan Agensi Penguat Kekuasaan Maritim Malaysia (APKMM).

Kompas TV WNI ABK Kapal Malaysia Dibebaskan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com