Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Menanti "Nyawa Cadangan" Fahri Hamzah

Kompas.com - 06/04/2016, 06:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

KOMPAS.com — Konon, seorang politisi harus memiliki seribu nyawa. Jika ia "tewas" ditikam di gelanggang politik, masih ada "nyawa cadangan" yang membuatnya bangkit lagi. Persis seperti nyawa cadangan di sejumlah games digital.

Akbar Tandjung, misalnya. Karier politiknya tak habis meski peluru Buloggate sempat membuatnya merasakan dinginnya lantai tahanan di Kejaksaan Agung. Akbar selamat di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Demikian pula dengan Sutrisno Bachir. Meski "terdepak" dari PAN, bahkan sempat keluar dari partai lantaran perseteruannya dengan kubu Hatta Rajasa, namanya masih bisa berkibar lagi.

Duduk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PAN pada masa kepemimpinan Zulkifli Hasan saat ini, Sutrisno di-dapuk oleh Presiden Jokowi untuk memimpin Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN). Ia masuk ke lingkaran Istana.

Mantan politisi PKS Misbakhun yang gencar berteriak dalam kasus Century juga sempat "tewas" dibidik kasus letter of credit fiktif.

Ia sempat masuk penjara dan menempuh jalan panjang berliku hingga akhirnya Mahkamah Agung mengabulkan semua permohonan peninjauan kembali yang membebaskannya dari perkara tersebut.

Misbakhun terbukti punya nyawa cadangan. Setelah kasus itu, ia memilih hijrah ke Partai Golkar dan masih melenggang di Senayan hingga kini.

Nah, peluru politik kini tengah mengarah kepada Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, politisi yang dikenal vokal, tak sedikit yang sebal, termasuk partainya. Surat DPP PKS dengan Nomor 463/SKEP/DPP-PKS/1437 tertanggal 1 April 2016 memecat Fahri Hamzah dari semua jenjang jabatan di kepartaian.

Alasannya, Fahri dianggap mbalelo. Komentar-komentarnya dinilai kontroversial dan berseberangan dengan garis kebijakan partai. Bahkan, ada kesan Fahri berseteru dengan pimpinan PKS lainnya. (Baca: Ini "Dosa" Fahri Hamzah Menurut PKS)

Tentu Fahri yang terkenal "galak" itu meradang. KPK saja dia lawan. Ia menggugat Presiden PKS Sohibul Iman ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (5/4/2016). Fahri juga menggugat Majelis Syuro PKS dan Badan Penegak Disiplin Organisasi PKS.

Ketiganya dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Fahri menuntut, pemberhentiannya tidak sah dan batal demi hukum.

WISNU WIDIANTORO Fahri Hamzah menjawab pertanyaan wartawan soal pencatutan nama Presiden Joko widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam kasus Freeport, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/11/15).
"Nyawa cadangan" Fahri

Setidaknya, ada tiga kemungkinan bagi Fahri untuk "menyelamatkan nyawanya". Pertama, gugatannya diterima dan ia tetap di PKS. Kedua, ia pindah partai. Ketiga, ia memulai karier politik baru sebagai kepala daerah.

Kemungkinan pertama, akankah Fahri memenangi gugatannya?

Keputusan partai memecat Fahri tidaklah tiba-tiba. Presiden Sohibul Iman mengungkapkan, sudah berulang kali Fahri diberi arahan agar menjaga kesantunan pendapatnya ke publik. Arahan itu seolah tak digubris Fahri. Partai pun hilang kesabaran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com