Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pepih Nugraha
Wartawan dan Blogger

Wartawan biasa yang hidup di dua alam media; media lama dan media baru

Trio Ahok-Yusril-Lulung, Bertanyalah Segera kepada KPUD!

Kompas.com - 14/03/2016, 12:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho


Tersiar kabar, Yusril Ihza Mahendara dan Abraham Lunggana akan maju ke arena Pilkada DKI Jakarta 2017 dari jalur indendepen. Mereka berdua akan menyusul Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang telah terlebih dahulu menyatakan maju lewat jalur perseorangan.

Meski belum disebutkan siapa relawannya, Yusril yang mantan Menteri Hukum dan HAM itu akan mengumpulkan dukungan KTP warga dari masjid ke masjid, juga dari rumah ke rumah.

Sementara Abraham Lunggana yang akrab disapa Lulung, akan mengumpulkan KTP dukungan melalui Jaringan Suka Haji Lulung. Belum terlalu jelas juga, siapa gerangan relawannya.

Apakah pengumpulan KTP dukungan yang diupayakan trio Ahok-Yusril-Lulung ini disebut gerakan deparpolisasi? Mungkin benar dari kacamata partai politik, tetapi belum tentu benar dari sisi yuridis formal.

Bakal calon yang dihasilkan jalur independen bukanlah “anak haram” yang layak tidak diakui. Keberadaan bakal calon pemimpin daerah dari jalur independen, mulai bupati/wali kota sampai gubernur, dijamin undang-undang. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Menjadi aneh bin ajaib kalau ada pentolan partai politik, apalagi politisi papan atas, yang kemudian menihilkan keberadaan calon independen sebagai deparpolisasi. Bukankah undang-undang terlahir karena tangan-tangan politisi partai politik yang duduk di DPR?

Bagaimana mungkin bisa cemburu terhadap suatu barang yang dihasilkan sendiri? Apa bukan senjata makan tuan namanya?

Anggaplah sikap yang ditunjukkan para politisi elite PDIP tatkala relawan Teman Ahok berhasil mengajak Ahok bertarung di jalur perseorangan itu sebagai “cemburu buta” atau “kasih tak sampai” akibat emosi yang telanjur menguasai pikiran dan perasaan.

Sejatinya, hubungan Ahok dan PDIP kemarin baru sebatas PDKT alias pendekatan, belum ada deal atau ikatan apa-apa. Kalau kemudian ada elite partai yang mengatakan jalur independen sebagai gerakan deparpolisasi, sama saja dengan menampar muka sendiri.

Dengan ketentuan minimal mengumpulkan 525.000 KTP dukungan dari sekitar 7 juta pemilih, sebenarnya bisa dihasilkan sampai 12 pasang bakal calon independen. Jumlah ini sangat berlimpah dan terkesan dimanjakan.

Bandingkan dengan calon dari partai politik yang maksimal hanya bisa menghasilkan empat pasang saja. Ini disebabkan aturan di mana sedikitnya 21 kursi DPRD syarat memajukan calon. Dengan 28 kursi dari 106 kursi DPRD, PDIP bisa langsung memajukan calonnya tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.

Poin ini seharusnya dimanfaatkan oleh PDIP untuk memajukan calonnya sendiri agar sosialisasi kepada publik dilakukan lebih awal. Harapannya, elektabilitas calon yang diusung semakin tinggi.

Lebih banyak pasangan calon, baik dari independen maupun perseorangan, itu lebih baik karena pemegang hak pilih menjadi punya banyak pilihan. Bagi calon perseorangan, kerja relawan dan berapa KTP dukungan yang dihasilkan, akan menjadi ujian pertama namun menentukan.

Sejauh ini, baru relawan Teman Ahok yang sudah bekerja mengumpulkan KTP dukungan. Belum tersiar kabar apa nama relawan atau siapa relawan yang memberi dukungan untuk Yusril dan Lulung. Juga belum terberitakan, apakah relawan ini sudah bekerja. Sebab jika para relawan ini bekerja, adalah tantangan berat bagi partai politik untuk menggalang massa partai lebih fanatik lagi.

Yusril juga belum menentukan siapa bakal calon wakilnya. Demikian juga Lulung. Padahal sebagaimana amanat undang-undang dan yang diingatkan Yusril kepada Ahok, KTP dukungan itu harus kepada pasangan, bukan kepada hanya bakal calon gubernur atau bakal calon wakil gubernur saja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Mendapatkan Simpati Publik

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Mendapatkan Simpati Publik

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Nasional
Ganjar Yakin Megawati Sampaikan Sikap Politik PDI-P untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran Saat Kongres Partai

Ganjar Yakin Megawati Sampaikan Sikap Politik PDI-P untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran Saat Kongres Partai

Nasional
Persiapan Peluncuran GovTech Makin Matang, Menteri PANRB: Langkah Akselerasi Transformasi Digital Indonesia

Persiapan Peluncuran GovTech Makin Matang, Menteri PANRB: Langkah Akselerasi Transformasi Digital Indonesia

Nasional
Megawati Minta Krisdayanti Buatkan Lagu 'Poco-Poco Kepemimpinan', Sindir Pemimpin Maju Mundur

Megawati Minta Krisdayanti Buatkan Lagu "Poco-Poco Kepemimpinan", Sindir Pemimpin Maju Mundur

Nasional
Marinir TNI AL Persiapkan Satgas untuk Jaga Perbatasan Blok Ambalat

Marinir TNI AL Persiapkan Satgas untuk Jaga Perbatasan Blok Ambalat

Nasional
PDI-P Perketat Sistem Rekrutmen Anggota, Ganjar: Itu Paling 'Fair'

PDI-P Perketat Sistem Rekrutmen Anggota, Ganjar: Itu Paling "Fair"

Nasional
Coba Itung Utang Negara, Megawati: Wow Gimana Ya, Kalau Tak Seimbang Bahaya Lho

Coba Itung Utang Negara, Megawati: Wow Gimana Ya, Kalau Tak Seimbang Bahaya Lho

Nasional
Megawati: Kita Cuma Seperempat China, Gini Saja Masih Morat-Marit dan Kocar-Kacir Enggak Jelas

Megawati: Kita Cuma Seperempat China, Gini Saja Masih Morat-Marit dan Kocar-Kacir Enggak Jelas

Nasional
PDI-P Perketat Diklat untuk Caleg Terpilih Sebelum Bertugas

PDI-P Perketat Diklat untuk Caleg Terpilih Sebelum Bertugas

Nasional
Pengamat Sebut Hasil Rakernas 5 PDI-P Jadi Sinyal Partai Banteng Oposisi Prabowo-Gibran

Pengamat Sebut Hasil Rakernas 5 PDI-P Jadi Sinyal Partai Banteng Oposisi Prabowo-Gibran

Nasional
98 Persen Jemaah Gelombang Pertama Belum Pernah Berhaji

98 Persen Jemaah Gelombang Pertama Belum Pernah Berhaji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com