Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Lupa Sejarah, Ini Alasan Mengapa Naskah Supersemar Harus Ditemukan

Kompas.com - 11/03/2016, 19:38 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lima puluh tahun berlalu, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) tidak berhenti memburu keberadaan Surat Perintah 11 Maret 1966 atau yang lebih populer disebut Supersemar.

Kepala ANRI Mustari Irawan mengatakan, ada tiga hal yang membuat surat tersebut penting untuk ditemukan.

"Pertama, yakni dari segi struktur dan bentuk fisik. Supersemar itu satu atau dua lembar? Kalau satu lembar seperti apa? Kalau dua ya seperti apa?" ujar Mustari saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (10/3/2016) kemarin.

(Baca: Misteri Supersemar Diwarnai Sejumlah Kisah Unik hingga Mistis)

Tiga versi naskah Supersemar yang disimpan di dalam brangkas ANRI dan dinyatakan tidak autentik, memiliki fisik berbeda. Satu naskah terdiri dari dua lembar dan dua naskah terdiri dari satu lembar saja.

Oleh sebab itu, bentuk fisik Supersemar, kata Mustari, penting untuk diketahui.

Kedua, soal konten. Seperti yang diketahui khalayak pada umumnya saat ini bahwa surat itu merupakan perintah Soekarno kepada Menteri Panglima Angkatan Darat Letjend Soeharto untuk mengamaankann negara dan menjaga keselamatan serta kewibawaan Presiden.

Namun, redaksional surat itu masih juga menjadi misteri.

(Baca: Kisah Pengujian Keaslian Dokumen Supersemar)

"Maka itu penting untuk diketahui, isinya itu apa? Kalau isinya sama seperti anggapan yang sekarang, memberikan instruksi menertibkan negara, maka itu penting. Instruksinya itu apa? Itu yang penting," ujar Mustari.

Ketiga, dari sisi konteks. Di satu sisi surat tersebut disebut oleh Soekarno dalam pidato pada 17 Agustus 1966, bukan merupakan "transfer of authority". Namun faktanya surat itu dijadikan dasar Soeharto mengambilalih kursi kepresidenan.

"Banyak yang bilang Supersemar alat kudeta. Jika ada yang asli, semuanya kan tentu bisa terjawab," ujar Mustari.

(Baca: Kisah di Balik Dua Versi Diorama Supersemar di Monas)

Melihat bentuk naskah asli, menurut Mustari, dapat memberikan gambaran jelas soal apa yang terjadi dalam perpolitikan Indonesia pada tahun 1966. Selama ini, momen itu boleh dibilang momen tergelap Indonesia.

"Dokumen atau arsip negara merupakan bagian dari sejarah bangsa. Kalau kita tidak tahu masa lalu, bagaimana kita bicara ke depan? Makanya kami terus cari. Kami harap suatu hari kami akan dapat yang kami inginkan," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com