Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dipertanyakan, Langkah Kejagung Ingin Hilangkan Proses Hukum Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 02/03/2016, 14:41 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kejelasan proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dipertanyakan. Bukan mengusut secara hukum siapa dalang di balik pelanggran HAM itu, Kejaksaan Agung alih-alih justru tengah mengupayakan rekonsiliasi.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, mempertanyakan langkah kejaksaan yang seakan ingin meniadakan proses hukum dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat itu.

"Kami minta dokumennya. Apa rujukan rekonsiliasi tersebut? Jangan sampai hanya buang-buang waktu dan menunda-nunda proses hukum yang sebenarnya itu yang kami minta," ujar Haris di Kantor KontraS, Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (2/3/2016).

(Baca: Kontras Nilai Jokowi Tak Punya Konsep Jelas untuk Selesaikan Pelanggaran HAM Berat)

Menurut dia, rekonsiliasi sama sekali tidak mendasar dan tanpa rujukan. Oleh sebab itu, konsep rekonsiliasi yang tengah dilakukan kejaksaan pun tidak jelas.

Hal serupa diungkapkan Payan Siahaan, ayahanda dari salah satu korban penculikan paksa 1998, Ucok Munandar Siahaan.

Payan berpendapat, rekonsiliasi harus lebih dulu disertai dengan rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke pemerintah untuk segera melakukan pencarian terhadap korban-korban penculikan paksa tersebut. Jika korban belum ditemukan, maka proses rekonsiliasi dinilai tak bisa dilakukan.

(Baca: Aktivis Kamisan Tuntut Jokowi Rilis Keppres Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc)

"Berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, mereka masih hilang. Bagaimana mau rekonsiliasi kalau mereka enggak ketahuan di mana?" kata Payan.

KontraS sebelumnya melayangkan surat kepada Kejaksaan Agung untuk meminta tindakan konkret atas penyelesaian kasus HAM berat.

Kemudian, pada 23 Februari lalu, pejabat pengelola informasi dan dokumentasi Kejaksaan Agung memberikan surat balasan yang pada intinya menyatakan bahwa Kejaksaan Agung mengupayakan penyelesaian kasus-kasus tersebut melalui rekonsiliasi karena alat bukti sulit ditemukan, dan pelaku dianggap sudah tidak ada (meninggal dunia).

Setidaknya, ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat yang sedang ditangani kejaksaan. Ketujuh kasus itu adalah Trisakti, Semanggi 1, Semanggi 2, Wasior, Talangsari, kasus 1965, dan penembakan misterius (petrus).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com