Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Pimpinan KPK: "Ngaco", Hukum Sudah Tidak Jelas di Kasus Novel

Kompas.com - 04/02/2016, 14:12 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Pangabean tidak habis pikir dengan proses hukum yang terjadi terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.

Setelah sempat bersikeras melanjutkan perkara dugaan penganiayaan yang menjerat Novel, kejaksaan tiba-tiba saja menarik berkas perkara yang sudah sampai di pengadilan. Pengadilan Negeri Bengkulu bahkan sudah menjadwalkan sidang perdana Novel dilakukan pada 16 Februari dan sudah disiapkan majelis hakimnya.

"Saya nggak ngerti lagi. Sudah tidak benar, ngaco! Ini sudah main-main, bukan hukum lagi dan sudah merusak administrasi yang seharusnya dilakukan kejaksaan," ujar Tumpak saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/2/2016).

Tumpak mengungkapkan, sejak awal, para mantan pimpinan KPK dan publik sudah bersuara agar kepolisian menghentikan penyidikan terhadap Novel karena diduga merupakan kriminalisasi.

(Baca: KPK: Kejagung Tarik Berkas Perkara Novel Baswedan)

Namun, kepolisian tetap meneruskan penyidikannya hingga akhirnya melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan. Di kejaksaan, lanjut Tumpak, seharusnya ada proses pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa semua alat bukti cukup.

Apabila tidak cukup bukti, kejaksaan sebenarnya bisa surat ketetapan penghentian penuntutan perkara (SKP3) sebelum pelimpahan surat dakwaan ke pengadilan. Desakan agar kejaksaan menghentikan penuntutan pun juga terdengar dari publik.

Akan tetapi, hal tersebut lagi-lagi tidak dilakukan kejaksaan. Kejaksaan tetap menyerahkan berkas dakwaan beserta barang bukti pada 29 Januari lalu ke Pengadilan Negeri Bengkulu.

(Baca: Kasusnya Dihentikan, Novel Baswedan Diberi Opsi Mengabdi di Luar KPK)

Pengadilan kemudian sudah menetapkan lima majelis hakim dan jadwal sidang perdana pada 16 Februari. Sebelum sidang Novel digelar, kejaksaan tiba-tiba menarik berkasnya kembali.

"Sebelum dilimpahkan ke pengadilan, kejaksaan bisa menghentikan penuntutan. Kalau sudah dilimpahkan seperti ini, ditarik kembali, tidak ada prosedurnya. Apakah kejaksaan akan perbaiki dakwaannya, nggak ada ini. Aneh, tidak pernah terjadi sebelumnya," kata Tumpak.

(Baca: "Pahit-pahitnya, Novel Lanjut ke Pengadilan daripada Barter Keluar KPK")

Menurut dia, apabila sudah dilimpahkan ke pengadilan, kejaksaan tidak bisa lagi menarik berkas dakwaan, apalagi sudah ditetapkan jadwal sidang. Dalam kondisi sepeti itu, hanya hakim yang bisa menentukan apakah Novel terbukti bersalah atau tidak.

Tumpak pun menantikan kejelasan status hukum terhadap Novel. Pasalnya, dia melihat semua prosedur yang ada sudah tidak sesuai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com