Pembentukan BRG dituangkan dalam Perpres yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 6 Januari 2016. Badan ini akan bekerja menggunakan APBN dan berakhir pada 31 Desember 2020.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan, BRG adalah badan non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Tugas utama BRG adalah mengkoordinasikan dan memfasilitasi restorasi gambut di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.
(Baca: Presiden Jokowi Bentuk Badan Restorasi Gambut)
Dalam menjalankan tugasnya, kata Siti, BRG menjalankan fungsi-fungsi pelaksanaan koordinasi dan penguatan kebijakan pelaksanaan restorasi gambut, perencanaan pengendalian dan kerja sama penyelenggaraan restorasi gambut, pemetaan dan penetapan zonasi lindung dan fungsi budi daya.
Selanjutnya, BRG juga akan melaksanakan konstruksi infrastruktur pembatasan gambut dan segala perlengkapannya, penataan ulang pengelolaan area gambut yang terbakar, sosialisasi dan edukasi restorasi gambut, supervisi dan pemeliharaan infrastruktur di lahan konversi dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Presiden.
Struktural BRG terdiri dari Kepala BRG yang dijabat mantan Direktur Konservasi WWF Indonesia,Nazir Foead, dan akan dibantu oleh sekretaris badan, serta empat deputi.
(Baca: Rehabilitasi 2 Juta Hektar Lahan Gambut Butuh Rp 50 Triliun)
Selain itu, BRG akan didukung tim pengarah teknis, yakni para gubernur yang terlibat, dan tim ahli dari perguruan tinggi, profesional, lembaga penelitian, dan tokoh masyarakat.
BRG akan memulai restorasi gambut di Kabupaten Pulang pisau, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Musi Manyuasin, dan Kabupaten Meranti.
"Kita memproyeksikan untuk mengelola ekosistem lahan gambut ini pada sekitar 2 juta hektar," ungkap Siti.