JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara yang dilaporkan calon kepala daerah saat pilkada serentak pada Desember 2015 lalu.
Hasilnya, ditemukan sejumlah calon kepala daerah yang hartanya justru minus, lebih banyak utang daripada hartanya.
"Dari LHKPN yang disampaikan ke KPK seturut dengan aturan KPU, hartanya minus, alias utang lebih banyak dari hartanya," ujar Direktur Pencegahan KPK Pahala Naiggolan, Selasa (5/1/2016).
Namun, Pahala mengaku tidak mengingat secara detail dari daerah mana saja kandidat tersebut berasal.
Pahala menduga, pasangan calon itu mendapat biaya kampanye dari sponsor tertentu. Kemudian, uang untuk membayar sponsor diduga bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta izin konsesi sumber daya alam setempat.
"Repot nih kalau minus jadi bupati, nanti bayar utang kerjaannya. Ini yang mau kami cari tahu (sumber uangnya), apakah mereka terima sumbangan dari sponsor," kata Pahala.
Menemukan hal tersebut, KPK tidak akan tinggal diam dan akan melakukan kajian ke sejumlah daerah yang banyak terdapat sumber daya alamnya, baik tambang maupun perkebunan.
Sumber daya alam tersebut menjadi celah bagi para kandidat untuk memperkaya diri dengan dalih mengeluarkan izin lahan.
"Ternyata izin itu instrumen yang tidak ada di APBD. Biayanya, resminya berapa, itu kan enggak ada di APBD," kata dia.
Selain itu, ia meminta Komisi Pemilihan Umum untuk tidak meloloskan kandidat yang laporan harta kekayaannya mencurigakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.