Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancam Makzulkan Jokowi, Politisi PDI-P Tak Mau Partainya Jadi Tukang Stempel

Kompas.com - 23/12/2015, 15:38 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Sukur Nababan, bersikap kritis terhadap opini yang dibangun bahwa partai berlambang banteng itu tak seharusnya menekan pemerintah terlalu keras.

PDI-P dianggap terlalu menekan Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan rekomendasi DPR terkait hasil kerja Pansus Pelindo II DPR RI, yaitu mencopot Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino.

Menurut Sukur, PDI-P selalu mendukung Presiden Jokowi, sejak masih menjadi wali kota sampai presiden, dengan berbasis keyakinan ideologis.

Namun, mendukung Jokowi bukan berarti PDI-P hanya menjadi partai "tukang stempel" pemerintahan.

"Bayangkan kalau PDI-P hanya sekadar 'tukang stempel', bagaimana rakyat memercayai kami?" kata Sukur di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/12/2015).

"Tentu partai harus mengingatkan ketika UU dan ideologi tak dilaksanakan," ucapnya.

Sukur menilai tidak tepat bila PDI-P diopinikan hendak menyerang Jokowi-JK ketika mendesak pelaksanaan rekomendasi Pansus Pelindo II DPR RI. PDI-P juga tidak merasa dendam terhadap Rini Soemarno atau RJ Lino.

"Rini itu terlalu kecil. Urusan kita kebangsaan dan undang-undang. Jangan disamakan kelasnya Rini dengan partai ini. Justru kami menunjukkan bahwa kami bukan partai 'tukang stempel'," tutur Sukur.

"Janganlah kebijakan salah tetap didukung, bisa hancur negara ini," ucap Sukur yang juga anggota Pansus Pelindo II.

Sukur pun menekankan, rekomendasi sesuai hasil kerja Pansus Pelindo II DPR RI itu wajib dilaksanakan oleh pemerintahan Jokowi-JK.

Sebab, rekomendasi DPR RI memenuhi aturan konstitusional, yang dilaksanakan berdasarkan hak angket atau hak penyelidikan dalam UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Dia pun mengingatkan bahwa Presiden Jokowi bisa dimakzulkan jika tak menjalankan rekomendasi tersebut.

"Maka kalau hasil penyelidikan Pansus tak didengarkan, tentu akan bisa meningkat ke hak DPR lainnya. Itu jelas di UU MD3. Kalau tak didengarkan pemerintah, maka DPR bisa masuk ke hak menyatakan pendapat yang berkonsekuensi ke pemakzulan," kata Sukur.

Sebelumnya, konsekuensi pemakzulan juga sudah disuarakan oleh Ketua Pansus Pelindo II yang juga politisi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com