JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengabulkan permintaan terdakwa Otto Cornelis Kaligis terkait sejumlah rekening yang diblokir sejak penyidikan dilakukan KPK.
Menurut hakim Tito Suhud, rekening bank atas nama Kaligis yang diblokir tidak terkait dengan tindak pidana yang menjeratnya.
"Menetapkan, mengabulkan permohonaan pemohon terdakwa Otto Cornelis Kaligis. Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk kembali membuka rekening tersebut," ujar hakim Tito di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (17/12/2015).
KPK meminta pemblokiran 10 rekening atas nama Otto Cornelis Kaligis di sejumlah bank. Pada Bank Central Asia, tujuh rekening Kaligis yang diblokir. Ada juga satu rekening deposito Kaligis di Bank Permata.
Selain itu, hakim juga meminta pembukaan blokir dua rekening di Bank Standard Chartered. (Baca: Rekening Diblokir, OC Kaligis Minta KPK Gaji Semua Pegawainya)
Hakim menilai, rekening tersebut tak ada hubungannya dengan perkara Kaligis sehingga tidak adil jika dilakukan pemblokiran. Terlebih lagi, Kaligis tidak didakwa melakukan pencucian uang.
"Menimbang, pemblokiran itu menurut majelis tindakan terburu-buru atau prematur," kata hakim.
Kaligis sebelumnya telah melayangkan protes kepada jaksa penuntut umum KPK terkait pemblokiran sejumlah rekeningnya. Pemblokiran tersebut, kata dia, menghambat pemberian gaji kepada 100-an bawahannya di kantor hukum OC Kaligis and Associates.
"Ini kan kantor sudah hampir 50 tahun. Saya enggak ngerti kenapa semua rekening saya diblokir. Saya tidak bisa bayar gaji," ujar Kaligis.
Bahkan, Kaligis mengaku terpaksa memecat 70 persen karyawannya karena tidak mampu menggaji mereka.
Akibat diblokirnya sejumlah rekening itu, kantor hukum Kaligis tak dapat lagi beroperasi optimal. Kaligis dituntut 10 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK.
Ia dianggap terbukti menyuap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Sumatera Utara, sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura.
Suap tersebut untuk memengaruhi putusan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas pengujian kewenangan Kejati Sumatera Utara terkait penyelidikan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), tunggakan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal di sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.