BANDUNG, KOMPAS.com — Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menuturkan, salah satu undang-undang di Indonesia yang paling sering dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi adalah UU KPK.
"Ini yang menarik, Undang-Undang KPK itu sudah 17 kali di-judicial review dan yang mengajukan untuk para koruptor," ujar Bambang dalam sebuah diskusi di Festival Antikorupsi 2015, di Kota Bandung, Jumat (11/12/2015).
"Ini mungkin undang-undang yang paling sering di-judical review," kata dia
Ia menuturkan, upaya untuk melakukan judicial review UU KPK adalah salah satu bentuk upaya sistematis yang dilakukan oleh para koruptor untuk melemahkan undang-undang tersebut.
"Itu adalah salah satu delegitimasi melalui itu dan 80 persen yang melakukan judicial review (UU KPK) adalah koruptor yang sedang menjalani proses hukum dan sudah diputus," ucap Bambang.
"Jadi bohong kalau ada yang mengatakan judicial review itu untuk menguatkan UU KPK," ujar dia.
Menurut Bambang, seringnya UU KPK di-judicial review juga menunjukkan fenomena kemampuan para koruptor melakukan konsolidasi jauh lebih cepat daripada kemampuan masyarakat sipil untuk mengorganisasikan dan mengoordinasikan kemampuannya.
"Sehingga, kalau kita tidak melakukan gebrakan-gebrakan maka kita akan kalah cepat. Dan media harus mempunyai keberpihakan yang luar biasa, bukan hanya memberitakan semata," ujar Bambang.
Lebih lanjut ia mengatakan, upaya lain untuk melemahkan KPK adalah dengan menarik "orang-orang terbaik" yang dimiliki oleh lembaga antirasuah tersebut.
"Orang-orang terbaik di KPK dicopot, diambil, dikembalikan ke instansi asal. Sumber daya KPK dihabisin, ibaratnya," kata dia.
Oleh karena itu, melalui Festival Antikorupsi 2015 yang mengusung tema "Berbagi Peran Membangun Negeri, Berbagi Peran Memberantas Korupsi", dirinya mengajak semua warga yang hadir pada acara tersebut untuk menolak revisi UU KPK agar jangan sampai masuk Prolegnas DPR RI tahun depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.