JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf secara tegas meminta pemerintah menunda rencana pembentukan program bela negara. Menurut dia, yang harus dilatih bela negara bukanlah warga negara melainkan para pemimpin dan elit sipil.
Ia menilai, asumsi pemerintah tidak tepat jika berpikir bahwa masyarakat tidak memiliki rasa nasionalisme sehingga harus dilatih dan dididik bela negara.
"Dalam realitas politik kita bisa memaknai, memandang dan melihat bahwa permasalahan kebangsaan kita ada di pemimpin kita yang korup, yang tidak berpihak rakyat, yang menjual tambangnya, yang eksploitasi tambangnya. Problem kita justru ada di keteladanan, di elit sipil yang memiliki persoalan," ujar Al Araf dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Rabu (14/10/2015).
Al Araf menambahkan, mental para pemimpin sangat mengkhawatirkan dan perlu diperbaiki, terutama mental para birokrat, elit sipil hingga anggota DPR yang korup. Ia justru melihat bahwa masyarakat lebih berpartisipasi aktif dalam membangun bangsa dalam berbagai variasi dan segmen.
"Kalau mereka (pemimpin) punya rasa nasionalisme, pasti tidak bakal korup. Sebelum melatih masyarakat, berkacalah pada diri sendiri," ungkap Al Araf.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan berencana merekrut 100 juta kader bela negara dari seluruh wilayah Indonesia mulai tahun ini. Hal itu dikatakan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, seusai menjadi pembicara kunci pada seminar nasional 25 tahun SMA Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (12/8/2015).
"Saya harapkan 10 tahun ke depan sudah ada 100 juta kader bela negara. Kader-kader bela negara bertugas melakukan pertahanan negara jika sewaktu-waktu negara mendapat ancaman, baik nyata maupun belum nyata," kata dia.
Ryamizard mengatakan, negara dengan sistem bela negara yang kuat akan membuat negara itu kuat. Indonesia akan menjadi lebih kuat jika memiliki 100 juta kader bela negara. Ia berencana membentuk kader bela negara sebanyak 100 juta kader akan dilakukan melalui program ketahanan negara di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.