Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Kretek di RUU Kebudayaan

Kompas.com - 13/10/2015, 17:56 WIB

Oleh: Badrul Munir

JAKARTA, KOMPAS - Dewan Perwakilan Rakyat kita tidak pernah lepas dari sensasi demi sensasi. Setelah pimpinan DPR jalan-jalan ke luar negeri, bertemu dan ber-selfie dengan Donald Trump, juga rencana kenaikan gaji dan lainnya,kini ada "kegaduhan" baru, yakni isu masuknya pasal kretek di RUU Kebudayaan. Ini yang menyebabkan kontroversi di masyarakat.

Bahkan, banyak pihak menuduh ada penyelundupan pasal ini. Istilahnya "diselundupkan" karena pasal ini tidak masuk dalam draf pembahasan RUU versi Komisi X; pasal ini tiba-tiba muncul dalam draf RUU. Apabila tidak dicermati, pasal ini bisa-bisa disahkan sebagai salah satu pasal dalam UU Kebudayaan.

Permainan licik

Motivasi "menyelundupkan" pasal ini dilakukan oleh sebagian anggota DPR, mungkin didasari keberhasilan menghilangkan dua "ayat tembakau" dalam UU Kesehatan. Dengan permainan sangat "cantik, tetapi licik", ayat tentang tembakau di Pasal 113 RUU Kesehatan tiba-tiba hilang saat disahkan sebagai UU Kesehatan pada 2009.

Penghilangan ayat tembakau diduga ada konspirasi tingkat tinggi yang sangat rapi sehingga sulit dibuktikan. Ujungnya hanya sanksi etika yang dijatuhkan kepada salah satu anggota DPR yang diduga kuat penyebab hilangnya ayat tersebut.

Sudah menjadi rahasia umum terjadi persaingan kuat antara kelompok masyarakat antirokok dan pro rokok (pro tembakau). Keduanya sama-sama mengklaim membela kepentingan rakyat kecil.

Komunitas pro tembakau mengklaim ada jutaan orang yang terkait dengan tembakau dan industri rokok akan kehilangan mata pencarian (petani-buruh tembakau, buruh rokok sampai pedagang eceran rokok, dan lainnya). Dampak ekonomi dan sosial juga sangat memukul bila industri rokok tidak berkembang. Sementara lapangan pekerjaan lain pengganti produk tembakau dan olahannya masih terbatas.

Sementara kelompok antitembakau mengampanyekan dampak negatif merokok di masyarakat Indonesia. Mulai dari dampak negatif terhadap kesehatan, ekonomi, sosial sampai kualitas generasi muda yang sudah terpapar asap rokok, baik perokok aktif maupun perokok pasif. Perseteruan dan perang opini ini berlangsung lama dan melibatkan beberapa pihak, termasuk para pemangku kepentingan, seperti parlemen dan pemerintah. Tentu keduanya melakukan lobi-lobi politik untuk memuluskan agendanya masing masing. Dan, itu memang pantas juga sah-sah saja.

Namun, yang jadi pembahasan kita adalah etis dan layakkah memasukkan kretek sebagai warisan budaya dalam RUU Kebudayaan? Bukankah banyak kebudayaan luhur hasil karya anak bangsa yang lebih berhak untuk dijaga, seperti reog ponorogo, wayang kulit, batik, keris, dan ratusan lainnya? Apa istimewanya kretek dibandingkan kebudayaan lainnya sehingga harus mendapat sebutan khusus di salah satu pasal dalam RUU Kebudayaan?

Beberapa alasan yang disampaikan, antara lain, adalah ingin melindungi kretek yang merupakan warisan asli budaya Indonesia dari kepunahan, melindungi petani tembakau, bahkan menyangkut sikap nasionalisme bangsa Indonesia dalam rangka melindungi produk lokal dari serbuan asing. Satu hal lainnya adalah antisipasi terhadap serangan komunitas antitembakau yang dengan gencar melakukan advokasi lewat lobi-lobi tingkat atas.

Pasal ini juga didasari ketakutan akan masifnya kampanye antirokok yang ditumpangi agenda asing dalam agenda Frame Convention on Tobacco Control untuk menghancurkan petani tembakau Indonesia. Padahal, sesungguhnya industri rokok dalam negeri Indonesia sudah menjadi milik asing. Sampoerna dikuasai Philip Morris, Bentoel milik British American Tobacco, dan Djarum juga dikuasai asing. Artinya, keuntungan perusahaan akan lari keluar negeri, sedangkan dampak negatif akibat rokok menjadi tanggung jawab negara kita.

Data lain menunjukkan, penghasilan petani tembakau hancur bukan karena kampanye antimerokok, melainkan karena tembakau impor yang setiap tahun semakin membesar (data dari tembakau impor tahun 2014-2015). Data dari Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia, biaya impor tembakau tahun 2011 senilai 376,3 juta dollar AS naik menjadi 503,2 juta dollar AS tahun 2012 dan cenderung naik di waktu yang akan datang. Bahkan, saat ini, 50 persen kebutuhan tembakau untuk industri rokok di Indonesia berasal dari impor.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com