Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meruwat Lakon Gugurnya KPK

Kompas.com - 13/10/2015, 15:00 WIB

Oleh: J Kristiadi

JAKARTA, KOMPAS - Mimpi buruk lalimnya tirani korupsi yang telah menaklukkan nurani para wakil rakyat untuk melumpuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi tampaknya belum usai. Berbagai cara telah mereka lakukan, antara lain dengan mencoba menghilangkan sifat lex specialis dalam menyusun RUU KUHP dan merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Alasan pokoknya, UU itu menjadikan KPK lembaga super yang nyaris tidak dapat dikontrol karena itu perlu direvisi agar tidak ditunggangi ambisi dan kepentingan politik.

Upaya mutakhir adalah munculnya draf revisi UU KPK yang oleh beberapa pihak isinya dinilai mengejutkan. Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengaku belum membaca naskahnya, tetapi terpaksa menandatangani usulan revisi UU KPK karena terdesak waktu. Dalam proses semacam itu, tidak terlalu salah jika publik merasa penyusunan naskah RUU itu dilakukan secara sembarangan, mendadak, dan grusa-grusu. Akibatnya, tidak heran jika muncul dugaan revisi itu sarat kepentingan politik.

Ketentuan di draf revisi UU KPK yang dikhawatirkan mengakibatkan komisi anti rasuah itu gugur, antara lain, adalah batas eksistensi KPK 12 tahun, penghapusan kewenangan penuntutan, pembatasan penanganan perkara kerugian negara harus di atas Rp 50 miliar, kewenangan penyadapan, penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), serta tiadanya kewenangan merekrut penyelidik dan penyidik independen.

Upaya merevisi UU No 30/2002 sendiri bukanlah perbuatan haram. Namun, di tengah ganasnya tirani korupsi yang mengancam eksistensi bangsa dan negara, sentimen publik sangat peka terhadap gagasan regulasi yang dianggap dapat melumpuhkan KPK. Oleh sebab itu, sekiranya revisi UU KPK diperlukan, misalnya agar kontrol terhadap komisi itu diperketat, niat politiknya harus untuk penguatan KPK. Sebab, publik masih sangat percaya kepada KPK karena lembaga itu dinilai berhasil memenjarakan elite politik dan parpol yang menyalahgunakan kekuasaan. Kepercayaan publik terhadap KPK jauh lebih besar dibandingkan kepada lembaga penegak hukum lain, seperti kejaksaan dan kepolisian.

Pada awal reformasi, sentimen publik sejalan dengan niat politik para pengambil keputusan. Maka, sasaran utama kebijakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah aparat penegak hukum. Hal itu secara terang benderang ditegaskan dalam Tap MPR VIII/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam Tap MPR itu antara lain dinyatakan ”arah kebijakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah mempercepat proses hukum terhadap aparatur pemerintah terutama aparat penegak hukum dan penyelenggara negara yang diduga melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta dapat dilakukan tindakan administratif untuk memperlancar proses hukum”.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disiapkan PKB Maju Pilkada Jakarta, Ida Fauziyah: Masih Diproses ...

Disiapkan PKB Maju Pilkada Jakarta, Ida Fauziyah: Masih Diproses ...

Nasional
Djoko Susilo Ajukan PK Kedua, Pengacara: Ada Novum yang Bisa Membebaskan

Djoko Susilo Ajukan PK Kedua, Pengacara: Ada Novum yang Bisa Membebaskan

Nasional
Rakernas Pertama Tanpa Jokowi, PDI-P: Tidak Ada Refleksi Khusus

Rakernas Pertama Tanpa Jokowi, PDI-P: Tidak Ada Refleksi Khusus

Nasional
Ida Fauziyah Sebut Anies Baswedan Masuk Radar PKB untuk Pilkada DKI 2024

Ida Fauziyah Sebut Anies Baswedan Masuk Radar PKB untuk Pilkada DKI 2024

Nasional
Soal Undangan Jokowi ke Rakernas PDI-P, Puan: Belum Terundang

Soal Undangan Jokowi ke Rakernas PDI-P, Puan: Belum Terundang

Nasional
Kata Kemenkes soal Gejala Covid-19 Varian KP.1 dan KP.2 yang Merebak di Singapura

Kata Kemenkes soal Gejala Covid-19 Varian KP.1 dan KP.2 yang Merebak di Singapura

Nasional
Dewas Sebut KPK Periode Sekarang Paling Tak Enak, Alex: Dari Dulu di Sini Enggak Enak

Dewas Sebut KPK Periode Sekarang Paling Tak Enak, Alex: Dari Dulu di Sini Enggak Enak

Nasional
MK Sebut 106 Sengketa Pileg 2024 Masuk ke Tahap Pembuktian Pekan Depan

MK Sebut 106 Sengketa Pileg 2024 Masuk ke Tahap Pembuktian Pekan Depan

Nasional
Ingatkan Tuntutan Masyarakat Semakin Tinggi, Jokowi: Ada Apa 'Dikit' Viralkan

Ingatkan Tuntutan Masyarakat Semakin Tinggi, Jokowi: Ada Apa "Dikit" Viralkan

Nasional
Komisi II Setuju Perbawaslu Pengawasan Pilkada 2024, Minta Awasi Netralitas Pj Kepala Daerah

Komisi II Setuju Perbawaslu Pengawasan Pilkada 2024, Minta Awasi Netralitas Pj Kepala Daerah

Nasional
Sri Mulyani Irit Bicara Soal Skema 'Student Loan' Imbas UKT Mahal

Sri Mulyani Irit Bicara Soal Skema "Student Loan" Imbas UKT Mahal

Nasional
Angka IMDI 2023 Meningkat, Indonesia Disebut Siap Hadapi Persaingan Digital

Angka IMDI 2023 Meningkat, Indonesia Disebut Siap Hadapi Persaingan Digital

Nasional
Kejagung Koordinasi dengan KIP soal Transparansi Informasi Publik

Kejagung Koordinasi dengan KIP soal Transparansi Informasi Publik

Nasional
Penerbangan Jemaah Bermasalah, Kemenag: Performa Garuda Buruk

Penerbangan Jemaah Bermasalah, Kemenag: Performa Garuda Buruk

Nasional
Kemenkes Minta Masyarakat Tidak Khawatir atas Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura

Kemenkes Minta Masyarakat Tidak Khawatir atas Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com