Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi I: Bela Negara Beda dengan Wajib Militer

Kompas.com - 13/10/2015, 07:09 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana perekrutan 100 juta personel bela negara dalam 10 tahun ke depan yang digagas Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dipandang positif. Namun, harus dibedakan pemahaman antara bela negara dengan wajib militer. (baca: Menhan Targetkan Rekrut 100 Juta Kader Bela Negara)

"Ini bukan wajib militer," kata anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra di Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015) malam.

Ia menjelaskan, konsep dasar bela negara merupakan latihan keprajuritan. Setiap warga yang mengikuti pelatihan itu akan ditanamkan rasa patriotisme, cinta Tanah Air, dan latihan baris berbaris.

"Kemudian dilatih kedisiplinan, soliditas, dan diajarkan kebersamaan," ujarnya.

Sementara, wajib militer merupakan pelatihan yang diberikan negara kepada warganya untuk persiapan perang. Dalam pelatihan ini, titik berat latihan yang diberikan yakni taktik dan teknik bertempur dengan latihan dasar keprajuritan. (baca: Menko Plhukam Akan Koreksi Program Bela Negara)

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengapresiasi ide Ryamizard tersebut. Menurut dia, jika melihat munculnya berbagai ancaman baik tradisional maupun nontradisional, kebutuhan atas pelatihan bela negara diperlukan.

"Ide yang baik ini sayang kalau kemudiam disalahpahami sebatas dengan konsep wajib militer," ujarnya.

Hanafi menyarankan, sebaiknya ada kurikulum bela negara baik itu yang bersifat umum maupun khusus. Untuk yang bersifat umum, penanaman doktrin wawasan nusantara cara pengambilan keputusan strategis dapat menjadi salah satu fokusnya.

"Sementara yang bersifat khusus dapat terkait sesuai profesi yang menjadi latar belakang peserta bela negara," ujar Hanafi.

Ia juga menyarankan agar konsep bela negara dapat diperkaya dengan program "Peace Corps" ala Amerika Serikat. Sehingga, bela negara tak hanya berorientasi pada pertahanan dan keamanan, tetapi juga mempunyai relevansi untuk keperluan pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat.

Sementara itu, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko mengatakan, sistem pertahanan negara dibangun secara dini. Sistem itu menganut tiga lapis, TNI sebagai komponen utama, dibantu dengan komponen cadangan dan komponen pendukung.

"Untuk kesiapan komponen cadangan dan komponen pendukung maka dibutuhkan upaya-upaya memberikan kesadaran bela negara kepada seluruh rakyat Indonesia. Jadi, apa yang dilakukan Presiden adalah suatu yang sudah tepat," kata dia, pada diskusi 'Operasi Militer Selain Perang: Sumber atau Solusi Masalah?' di Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com