Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunikasi Krisis Mina

Kompas.com - 06/10/2015, 15:06 WIB

Oleh: Syafiq Basri Assegaff

JAKARTA, KOMPAS - Di Mina mentari terik. Suhu udara sekitar 45 derajat celsius, terpanas selama dua dasawarsa terakhir.

Jutaan anggota jemaah haji dari 180-an negara yang berkumpul untuk melempar jumrah mesti bergerak bersama, di bawah protokoler ritual yang tak semua dipahami benar jemaah. Sebagian hanya mengikuti kata pemimpin rombongan. Wilayah sekitar juga sedang panas. Kacau! Kerajaan Arab Saudi sendiri, di samping sedang memerangi Yaman, mempertaruhkan reputasinya lewat keterlibatan dalam berbagai konflik di Suriah, Irak, dan Libya.

Kekhawatiran merebaknya virus mematikan, seperti MERS, juga tetap mengancam. Suasana ngeri juga menghantui jemaah, bahkan sebelum ritual dimulai, saat sebuah menara derek (crane) ambruk di Masjidil Haram, Mekkah, menyebabkan ratusan anggota jemaah meninggal.

Di Mina yang terik itu kita tak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi-meski terdapat begitu banyak kamera pemantau di berbagai titik wilayah haji-ketika tiba-tiba terjadi tragedi di Jalan 204, 24 September silam. Muncul berbagai pendapat. Di antaranya, musibah itu "takdir Tuhan", dan tak perlu dirisaukan. Apalagi banyak jemaah yang tak keberatan meninggal saat haji karena mereka dijanjikan surga.

Namun, sebagian besar orang menganggap perkara takdir kurang tepat dijadikan pembenaran sebab yang terjadi adalah kesalahan manusia. Entah karena rombongan pangeran Arab yang hadir di sana (seperti ditulis koran berbahasa Arab-Lebanon, Ad-Diyar, ataupun akibat ditutupnya akses pintu di Jalan Nomor 206, ketika jemaah hendak menuju Jembatan Jamarat. Kemdagri Arab Saudi menyatakan penumpukan manusia dipicu adanya dua rombongan besar jemaah yang berpapasan dari arah berlawanan menuju jalan yang sama. Penumpukan terjadi di persimpangan antara Jalan 204 dan Jalan 223, ketika jemaah menuju ke Jembatan Jamarat.

Madawi al-Rasheed, antropolog Arab Saudi yang juga profesor tamu di The London School of Economics, mengatakan (The New York Times, 24/9/2015), "Adalah sangat mengejutkan bahwa hampir setiap tahun selalu ada kematian dalam jumlah besar. Renovasi dan ekspansi dilakukan dengan alasan menciptakan lebih banyak ruang bagi jemaah haji, tetapi sebenarnya itu topeng adanya penyerobotan tanah dan peraihan sejumlah besar uang oleh para pangeran dan warga Arab Saudi lainnya. Pejabat kerajaan telah menghindar dari tanggung jawab, sebagiannya dengan menyitir doktrin agama bahwa siapa saja yang meninggal saat haji akan masuk surga."

Namun, seorang saksi korban asal Aljazair mengemukakan kepada televisi Al-Nahar (Aljazair) pasukan keamanan Arab Saudi menutup pintu masuk menuju Jamarat sehingga terjadi penumpukan ribuan orang di tempat sempit. Tentang benturan di antara kerumunan itu sebenarnya bukan barang baru. Para ahli crowd management sejak lama telah meneliti kondisi demikian. Dulu ada teori: kondisi kerumunan yang amat besar biasanya membahayakan karena keadaan itu membuat mereka hanya mementingkan diri sendiri, menjadi bodoh atau sembrono dan bertindak secara tak terduga.

Anggapan serupa mengatakan bahwa sekelompok manusia dalam sebuah kerumunan tak punya kapasitas untuk melihat ancaman bahaya. Juga mereka enggan bersikap kooperatif, baik dengan sesama mereka ataupun dengan otoritas. Pandangan itu mengatakan bahwa kerumunan membutuhkan otoritas untuk mengontrol mereka, sebab mereka tak bisa mengelola diri mereka masing-masing.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com