Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menuju Pemilu Nasional Konkuren

Kompas.com - 22/09/2015, 15:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Kegaduhan politik di Indonesia selalu lebih diwarnai pertarungan transaksi kepentingan daripada diskusi publik yang berfokus pada isu-isu politik yang dapat mewujudkan pemerintahan demokratis yang efektif. Demikian pula yang terjadi akhir-akhir ini, seharusnya setelah pilkada serentak, mungkin lebih tepatnya pilkada "borongan", karena tanpa politik hukum yang jelas, agenda berikutnya adalah perdebatan publik pemilu nasional konkuren (serentak).

Agenda itu harus segera menjadi perhatian semua pihak karena merupakan tindak lanjut Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 terkait pengujian Undang-Undang No 42/2008 tentang Pemilu Presiden. Intinya, pemilu legislatif dan pemilu presiden dilakukan serentak tahun 2019. Namun, tampaknya pertemuan pimpinan DPR dengan Donald Trump (The Donald) yang dikritik tajam oleh majalah The Economist (5 September 2015) melalui editorialnya berjudul "Why the Donald is Dangerous" lebih menarik untuk digosipkan.

Belajar dari penyusunan undang-undang pilkada serentak yang sarat dengan pertarungan interest subyektif parpol, penyusunan regulasi tentang pemilu nasional konkuren harus mempunyai dasar pemikiran yang kuat, paradigma yang jelas, serta berdimensi keseluruhan (comprehensiveness) agar dapat mewujudkan pemerintahanpresidensial yang efektif. Sebab, mekanisme pemilu konkuren dapat menghindarkanpemilu yang menghasilkan pemerintahan yang terbelah (divided government), seperti Koalisi Merah Putih versus Koalisi Indonesia Hebat, berkat coattails effect theory (teori ekor jas).

Substansinya, jika pilpres dilakukan bersamaan dengan pileg, kecenderungan masyarakat akan memilih calon presiden yang diikuti dengan pilihan parpol dalam parlemen yang mencalonkan presidennya. Jadi, pemilu konkuren akan mendorong terjadi- nya asosiasi antara pilihan masyarakat dalam pilpres dan pilihan mereka pada parpol dalam pileg. Namun, harus diakui, pakem tersebut dapat menuai hasil jika disertai dengan sistem pemilu legislatif yang tepat, kualitas kader parpol yang berkualitas, serta pengaturan dana kampanye dan parpol yang transparan dan akuntabel.

Mengingat variasi pemilu nasional konkuren cukup beragam, memilih varian yang tepat sangat memengaruhi hasil dari coattails effect. Menurut kajian Electoral Research Institute Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2015), varian tersebut sebagai berikut. Pertama, pemilu konkuren (selanjutnya disebut pemilu), satu kali dalam lima tahun, untuk semua pejabat publik pada tataran nasional hingga kabupaten/kota yang mencakup pileg (DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota), pilpres, dan pilkada. Kedua, pemilu hanya memilih wakil rakyat (pusat dan daerah) dan kemudian disusul dengan pemilu memilih eksekutif (pusat dan daerah).

Ketiga, pemilu sela berdasarkan tingkatan pemerintahan, dengan jeda waktu berbeda antara pemilu nasional dan pemilu lokal. Keempat, pemilu tingkat nasional dan tingkat lokal yang dibedakan waktunya secara interval. Artinya, pilpres dan pileg (DPR dan DPD) dilakukan bersamaan, baru tahun kedua dilakukan pemilu konkuren tingkat lokal untuk memilih parlemen lokal dan kepala daerah. Kelima, pemilu tingkat nasional yang diikuti pemilu konkuren setiap provinsi berdasarkan kesepakatan waktu atau siklus pemilu lokal di setiap provinsi itu.

Keenam, pemilu konkuren untuk pilpres dan pileg mulai pusat sampai daerah dilakukan secara bersamaan, baru kemudian dilakukan pilkada untuk memilih kepala daerah untuk satu provinsi. Artinya, pemilu serentak tingkat lokal ini khusus memilih gubernur, bupati, dan wali kota secara bersamaan di suatu provinsi dan jadwalnya tergantung dari siklus pemilu lokal di setiap provinsi yang telah disepakati.

Kajian tersebut menawarkan opsi keenam sebagai pilihan. Namun, konsekuensinya, agenda pilkada serentak yang diproyeksikan terjadi pada 2027 harus ditata ulang. Alasan pokoknya, tugas Komisi Pemilihan Umum akan sangat berat, kerjanya sangat banyak, dan volumenya besar sekali. Selain itu, dalam perspektif pemilih, mereka harus mencermati sedemikian banyak parpol peserta pemilu sehingga amat sulit bagi mereka menentukan pilihan yang benar-benar mereka pahami. Demikian pula dari sisi parpol, mereka akan menghadapi kesulitan menyajikan calon yang berkualitas mengingat banyaknya jumlah kandidat yang harus dipersiapkan dalam waktu bersamaan.

Jika pemilu konkuren dipersiapkan dengan baik, antara lain melalui perdebatan publik yang melibatkan banyak pemangku kepentingan dan diakukan secara sistematis, harapan mengurai kekusutan pengelolaan kekuasaan politik secara bertahap akan terwujud, mulai dari level nasional sampai tataran lokal. Sebab, koalisi partai politik yang mendukung pasangan calon presiden terpilih akan cenderung mempertahankan koalisinya dalam pilkada.

Dengan demikian, kebijakan pemerintah nasional dan pada level daerah tidak hanya sinkron, tetapi juga akan dilaksanakan karena koordinasi pemerintahan berjalan mulus. Pemilu nasional konkuren dapat lebih memperkuat pelaksanaan UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satu substansinya adalah hierarki lebih jelas dan tegas antara pusat dan daerah berdasarkan pakem Indonesia sebagai negara kesatuan.

Ke depan, diharapkan kegaduhan politik diisi dengan debat publik yang produktif sehingga menghasilkan pemerintahan yang bekerja untuk rakyat, bukan kerumunan yang berkompetisi memborong kekayaan negara untuk kepentingan sendiri.

J Kristiadi
Peneliti Senior CSIS

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 September 2015, di halaman 15 dengan judul "Menuju Pemilu Nasional Konkuren".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com