Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditemukan Transaksi Mencurigakan, Jaksa Anggap Rekening Kaligis Harus Diblokir

Kompas.com - 17/09/2015, 12:51 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menilai, pemblokiran sejumlah rekening pengacara Otto Cornelis Kaligis masih diperlukan dalam kepentingan penyelesaian perkara. Jaksa Yudi Kristiana mengatakan, ada alasan kuat mengapa penyidik harus memblokir rekening Kaligis.

"Dalam pengembangan penyidikan, ditemukan adanya transaksi mencurigakan yang dapat dijadikan bukti permulaan tentang adanya proceed of crime yang tecermin dari transaksi rekening terdakwa," ujar jaksa Yudi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (17/9/2015).

Yudi mengatakan, penanganan perkara Kaligis tidak berdiri sendiri karena berkaitan dengan penyidikan tersangka lainnya. Menurut dia, rekening Kaligis memiliki keterkaitan dengan perkara lain yang penyidikannya belum selesai.

"Dengan demikian, pemblokiran rekening atas nama terdakwa saat ini masih diperlukan," kata Yudi.

Menurut Yudi, kewenangan KPK dalam pemblokiran rekening diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Pasal 12 ayat 1 huruf b, yang menyatakan dalam melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK berwenang untuk memerintahkan ke bank atau lembaga keuangan lain untuk memblokir rekening milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain.

Menanggapi pernyataan jaksa, Kaligis membela diri. Ia mengatakan, rekening yang diminta KPK untuk diblokir murni untuk menggaji karyawannya dan membayar pajak. Kaligis kemudian mengeluhkan kantor hukumnya yang sekarang "lumpuh" dan tidak produktif karena karyawannya tidak bisa digaji.

"Sudah ada 20 tahun kerja, mereka nangis saat saya bilang tidak bisa bayar gaji. Ini bisa mati orang. Mohon dengan sangat rekening perlu untuk kantor saya," kata Kaligis.

Kaligis didakwa menyuap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Sumatera Utara, sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura. Suap tersebut untuk memengaruhi putusan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas pengujian kewenangan Kejati Sumatera Utara terkait penyelidikan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), tunggakan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumut.

Pemberian suap dilakukan sekitar April hingga Juli 2015 saat Pemprov Sumut mengajukan gugatan ke PTUN Medan. Adapun rincian pemberian suap itu diberikan kepada Ketua PTUN Medan sebesar 5.000 dollar Singapura dan 15.000 dollar AS kepada hakim PTUN Medan Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing 5.000 dollar AS, dan panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan sebesar 2.000 dollar AS.

Dalam dakwaan, kasus bermula dari munculnya surat penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumut terkait dugaan korupsi dana bansos. Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho menunjuk sejumlah pengacara di kantor OC Kaligis and Associates sebagai kuasa hukum dan menyuruh Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis untuk mendaftarkan gugatan. Atas perbuatannya, Kaligis dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com