Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsolidasi Kekuasaan Menjadi Kunci Kondisi Politik

Kompas.com - 27/07/2015, 23:00 WIB

Oleh: A Haryo Damardono

JAKARTA, KOMPAS - Pengaruh dinamika perpolitikan Tanah Air terhadap jalannya pemerintahan dapat diantisipasi dengan konsolidasi kekuasaan. Tiga bulan terakhir ini, Presiden Joko Widodo dinilai banyak memanfaatkan momentum pergantian sejumlah pimpinan lembaga negara untuk mengonsolidasi kekuasaannya.

"Gonjang-ganjing politik akan terus ada, meskipun sekarang relatif lebih tenang dibanding masa-masa awal pemerintahan. Kuncinya ada pada konsolidasi kekuasaan. Mau gaduh seperti apa pun, asal kekuasaan mampu terkonsolidasi di tangan Jokowi, tidak ada masalah," kata Pengamat Politik dari Cyrus Network Hasan Hasbi, Senin (27/7) di Jakarta.

Ia mengatakan, selama tiga bulan terakhir, presiden terlihat sedang mengejar target untuk menyelesaikan konsolidasi kekuasaan. Hal itu terbantu dengan momentum habis masa jabatan sejumlah pimpinan lembaga, seperti Badan Intelijen Negara dan Tentara Nasional Indonesia.

Isu perombakan Kabinet Kerja adalah upaya konsolidasi paling kentara yang dilakukan presiden. "Saya rasa, sekarang presiden seharusnya sudah lebih percaya diri bahwa kekuasaan sudah terkonsolidasi di tangannya," ujar Hasan.

Di sisi lain, Hasan menilai, iklim politik sudah tidak terlalu mengancam jalannya pemerintahan. Pasalnya, pemerintah dinilai telah melakukan strategi kompromi politik dengan partai-partai politik, termasuk yang berada di luar pemerintahan. Hal itu yang menyebabkan kondisi perpolitikan pada tiga bulan terakhir ini relatif lebih kondusif, khususnya dalam konteks antarkoalisi partai politik.

"Mau tidak mau kompromi itu harus dilakukan pemerintah. Pilihannya dua, apakah mau kedepankan ego sebagai partai pemerintah atau mengedepankan pembangunan yang harus terus jalan," kata Hasan.

Ia menilai, pemerintahan yang mulai terkonsolidasi serta kondisi perpolitikan yang lebih kondusif harus dilihat sebagai momentum untuk segera menggencarkan pembangunan dan memperbaiki perekonomian. "Kebuntuan politik mulai terurai, terlihat ada niat baik bahwa pembangunan harus jalan dan kebuntuan harus diatasi," katanya.

Pelemahan penegakan hukum

Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR Bambang Soesatyo mengatakan, faktanya di lapangan terjadi pelemahan dari sisi penegakan hukum. "Itu masyarakat umum sudah tahu. Hal ini juga imbas dari lemahnya kepemimpinan nasional," ujarnya.
Sejak awal, Bambang juga selalu menyerukan reshuffle kabinet terutama pada Menteri Hukum dan HAM. Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie memang selalu beralasan bahwa kekisruhan politik terutama menyangkut Partai Golkar akibat tindakan dari Menteri Hukum dan HAM.

"Jadi, sebenarnya kami tidak sedang berhadapan dengan (kubu) Agung Laksono. Kami sedang berhadapan langsung dengan pemegang kekuasaan," ujar Bambang.

Di sisi lain, Ketua DPP Golkar versi Munas Jakarta Agun Gunandjar Sudarsa menilai justru peradilan yang membuat kekisruhan politik. "Sudah jelas dalam konflik Golkar telah diselesaikan melalui Mahkamah Partai Golkar. Tetapi, kok malah disidang di pengadilan," ujarnya.

Menurut Agun, ketidakjelasan dan ketidaktegasan dari pemimpin nasional yang menyebabkan kisruh politik dan hukum menjadi berlarut-larut. Faktanya, keputusan pengadilan berbeda-beda terkait konflik Golkar. Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta misalnya berbeda dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Terkait kinerja ekonomi berbeda dengan hasil survei Litbang Kompas, Bambang justru menilai makin lemah. "Indikator pertama dari adanya salah urus itu adalah kegagalan Presiden Joko Widodo menjadikan APBN 2015 sebagai motor penggerak pertumbuhan. Hingga akhir Juli 2015 ini, penyerapan anggaran masih sangat mengecewakan. Faktor lain yang menyebabkan lambannya penyerapan anggaran adalah proses nomenklatur kementerian/lembaga yang tak kunjung rampung. Proses ini menyebabkan banyak rencana proyek yang realisasinya harus ditunda," tuturnya.

Bambang, yang juga Wakil Ketua Umum Kadin mengatakan, ada gejala stagnasi pembangunan di daerah. Gejala itu ditandai oleh endapan anggaran pembangunan daerah yang saat ini mencapai Rp 225 triliun. "Kalau sudah seperti itu kecenderungannya, apa yang patut diapresiasi?" ujarnya. (Anita Yossihara/Agnes Theodora)

Artikel ini terbit di Kompas Digital edisi 27 Juli 2015 dengan judul "Konsolidasi Kekuasaan Menjadi Kunci".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com