Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK Tak Berlaku Surut

Kompas.com - 08/07/2015, 15:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperluas wewenang lembaga praperadilan dalam penetapan tersangka tak bisa digunakan begitu saja sebagai pertimbangan untuk mengajukan permohonan praperadilan. Sebab, putusan itu tak berlaku surut. Dengan demikian, tindakan hukum yang dilakukan sebelum putusan itu terbit tetap berlaku sesuai undang-undang yang melandasinya.

"Putusan MK tak berlaku surut. Akan tetapi, jika pengadilan melalui hakim ingin menerapkannya dalam pengambilan keputusan, itu menjadi bagian dari kebebasan hakim," kata pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, di Jakarta, Selasa (7/7/2015).

Agustinus juga berpendapat, putusan MK itu tidak bersifat mengikat. "Jadi, putusan tersebut semestinya dilakukan pemerintah dalam bentuk revisi aturan atau undang-undang. Jika nanti sudah dibuat aturan baru, itu yang mengikat dan bisa digunakan sebagai dasar," ujarnya.

Pasca Mahkamah Konstitusi memperluas lingkup obyek praperadilan, putusan dengan nomor 21/PUU-XII/2014 tersebut dijadikan landasan sejumlah tersangka kasus korupsi dalam permohonan praperadilan. Mereka antara lain mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo, yang praperadilannya dikabulkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Padahal, Pasal 39 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan, putusan mahkamah berkekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

Berdasarkan hal itu, Indra Mantong Batti dari tim hukum Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan, tindakan hukum oleh KPK, salah satunya penetapan tersangka terhadap mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu, tak bermasalah karena dilakukan pada 21 Juli 2014, jauh sebelum putusan MK keluar.

Hal senada diungkapkan pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Menurut dia, obyek penetapan tersangka yang dimaksud dalam putusan itu terkait dengan cara yang ditempuh dalam penetapannya, bukan mempermasalahkan status tersangka seseorang.

Hakim tunggal Riyadi Sunindyo melihat hal serupa ketika menolak permohonan praperadilan yang diajukan Bupati Sarmi, Papua, Mesak Manibor terhadap Kejaksaan Agung. Meski mempertimbangkan putusan MK, ia tetap melihat proses penetapan yang dilakukan Kejagung terhadap Mesak.

Faktanya, Kejagung menjalankan proses sesuai aturan KUHAP. Tak hanya itu, tindakan hukum yang dilakukan Kejagung juga terjadi sebelum putusan MK. "Putusan MK ada dalam permohonan yang bersangkutan, tetapi kami patahkan dengan bukti bahwa prosedur penetapan tersangka tak ada yang melanggar aturan," ujar Rhein Singal dari tim hukum Kejagung.

Seperti diketahui, Kejagung terus bersiap menanti jika tersangka kasus sengketa lahan PT KAI di Medan, Handoko Lie, kembali menempuh praperadilan. Sementara KPK tengah menghadapi praperadilan yang diajukan lagi oleh Ilham Arief Sirajuddin dan bersiap atas praperadilan Bupati Morotai Rusli Sibua. (IAN)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Juli 2015, di halaman 3 dengan judul "Putusan MK Tak Berlaku Surut".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com