JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik Populi Center Nico Harjanto menilai, DPR memiliki kepentingan politis terkait usulan dana aspirasi daerah pemilihan. Nico khawatir, dana Rp 20 miliar per anggota DPR setiap tahunnya justru dijadikan ajang pencitraan oleh anggota Dewan kepada para konstituennya.
"Dana aspirasi ini harus dilihat dalam konteks anggota DPR membutuhkan dana-dana besar untuk mempertahankan dukungan politik pada konstituennya. Mereka 'Sinterklas Politik' yang mau bagi dana-dana," kata Nico dalam diskusi Smart FM di Jakarta, Kamis (13/6/2015).
Cara-cara ini, kata Nico, serupa dengan cara yang dilakukan oleh kepala daerah untuk mempertahankan kursi kekuasaannya. Karena dipilih langsung oleh rakyat, banyak kepala daerah yang menggunakan dana, seperti bantuan sosial, untuk meningkatkan citra.
"Ini sama seperti bansos oleh pemerintah. Tujuan utamanya saya kira bukan untuk serap aspirasi," ujar Nico. (Baca: Politisi PKB Anggap Dana Aspirasi Bisa Ubah Citra Negatif DPR)
Menurut dia, jika untuk menyerap aspirasi masyarakat, maka dana Rp 20 miliar per orang sangat kecil. Daripada mengajukan dana yang besar, anggota DPR disarankan untuk memantapkan jaringannya dan membangun sistem koordinasi dengan DPRD kabupaten/kota dan Badan Pembangunan Daerah.
Setelah berkoordinasi, maka DPR tinggal memperjuangkan aspirasi daerah tersebut hingga akhirnya disetujui dan dianggarkan dalam APBN.
"Kalau mereka merasa perlu bawa proyek ke daerah, saya kira itu justru melanggar tugas legislatif. Tugas legislatif itu sebagai wakil rakyat untuk fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan pembangunan," ucap Nico.
Usulan dana aspirasi tersebut ditentang berbagai pihak dengan berbagai alasan, termasuk sebagian anggota DPR.
Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya menilai bahwa usulan dana aspirasi itu bisa menimbulkan masalah. Penggunaan dana ini dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan penggunaan anggaran untuk program yang sudah disepakati pemerintah dengan DPR dalam APBN. (Baca: Wapres: Dana Aspirasi Anggota DPR Dapat Menimbulkan Masalah)
"Kalau khusus soal anggota DPR mendapat jatah, tentu hal itu nanti menimbulkan masalah, nanti semua juga anggota DPR provinsi minta, DPR tingkat II juga minta. Sementara itu, tugas pembangunan kan tugas pemerintah. Nanti DPR tinggal memasukkannya dalam APBN," kata Kalla.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.