JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak jika pemerintah dianggap mengintervensi masalah dualisme kepengurusan Partai Golkar. Menurut Kalla, ia memfasilitasi islah dua kubu Golkar dalam kapasitasnya sebagai mantan Ketua Umum Partai Golkar, bukan sebagai seorang Wapres.
"Saya kan itu sebagai mantan Ketua Golkar, bukan sebagai Wapres," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (26/5/2015).
Kalla merasa tergerak untuk memfasilitasi pertemuan kedua kubu. Ia tidak ingin kader Golkar di daerah gagal ikut pilkada karena konflik internal tersebut.
"Mempertemukan orang itu kan amal, ibadah," sambung dia. (Baca: Kubu Agung dan Aburizal Akan Bentuk Tim Bersama untuk Pilkada)
Mengenai peraturan Komisi Pemilihan Umum yang mensyaratkan parpol berselisih harus islah atau memiliki putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebelum mendaftar di pilkada, Kalla menyerahkan kepada KPU untuk menilai. Ia tidak ingin menilai kepengurusan mana yang patut disetujui.
"Iya, itu DPP mana saja yang disetujui sesuai undang-undang, yang disetujui oleh (KPU), itu saja tekennya. Apa susahnya teken itu," ujar Kalla.
Partai Golkar kubu Agung Laksono sepakat bersama kubu Aburizal Bakrie untuk mendaftarkan Partai Golkar di pemilihan kepala daerah serentak. Kesepakatan ini diambil setelah Kalla memfasilitasi kedua kubu.
Soal siapa nantinya yang akan menandatangani berkas pendaftaran pilkada, kubu Agung menyerahkan sepenuhnya ke KPU untuk menentukan.
Sementara itu, KPU sebelumnya menegaskan tidak dapat menerima dua kepengurusan dalam satu usulan pencalonan kepala daerah untuk pilkada. (Baca: KPU Tak Ingin Terima "Bola Panas" Konflik Golkar Saat Pilkada)
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, dalam Peraturan KPU Nomor 9/2015 tentang Pencalonan, mengatur calon kepala daerah diajukan partai politik atau gabungan parpol di tingkat daerah.
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah menegaskan bahwa KPU hanya akan menerima satu kepengurusan yang ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal. Meskipun terdapat kepengurusan baru hasil islah, kepengurusan itu harus tetap terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
Hal itu sesuai dengan isi Pasal 36 ayat (3) Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan. Pasal tersebut menyatakan, "Apabila dalam proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terdapat putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan kepengurusan Partai Politik yang bersengketa melakukan kesepakatan perdamaian untuk membentuk 1 (satu) kepengurusan Partai Politik sesuai peraturan perundang- undangan, KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota menerima pendaftaran Pasangan Calon berdasarkan keputusan terakhir dari Menteri tentang penetapan kepengurusan Partai Politik hasil kesepakatan perdamaian."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.