JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigjen Victor Edi Simanjuntak memastikan, WNI yang dijadikan kurir oleh sindikat pembobol uang nasabah tidak akan dikenakan pasal pidana.
"Mereka tidak dipidana, mereka kami jadikan saksi saja. Mereka ini justru menjadi korban," ujar Victor kepada Kompas.com pada Kamis (16/4/2015).
Victor mengatakan, dari sekitar 56 WNI yang dijadikan kurir oleh pelaku, baru enam orang yang dimintai keterangan oleh penyidik. Keterangan dari enam orang itu menunjukan bahwa sebenarnya mereka menjadi korban penipuan pelaku.
"Pelaku merekrut kurir secara acak. Ketemu di mana, lalu ditawari kerjasama bisnis dengan cara meminta si kurir membuka rekening di Indonesia, itu saja," ujar Victor.
Pelaku yang merupakan warga negara asing berdalih tengah berbisnis di Indonesia, tetapi tidak memiliki rekening di Indonesia. Oleh sebab itu, pelaku meminta si kurir membuka rekening atas nama sendiri di bank tertentu. Rekening itu dijadikan penampungan hasil bisnis.
"Dari berapapun uang yang masuk ke rekening si kurir, si kurir mendapatkan 10 persen. Sisanya diminta dikirim ke rekening di Ukraina menggunakan Western Union dan Moneygram. Jadi WNI itu tidak tau uang yang masuk itu hasil apa," ujar Victor.
Belum tangkap pelaku
Victor mengatakan, akan memeriksa kurir-kurir lainnya. Sejauh ini, penyidik belum menangkap seorangpun pelaku. Pemeriksaan kurir diharapkan mampu mengarahkan polisi ke pelaku yang disebut-sebut berada di luar negeri tersebut.
Sebelumnya, Subdirektorat Cyber Crime Bareskrim Polri tengah mengusut kasus pencurian uang nasabah yang tengah marak terjadi di Jakarta. Berdasarkan penyelidikan sementara, pelaku menggunakan sebuah virus dengan nama 'Maleware' demi keberhasilan aksinya.
Virus itu disebarkan ke ponsel nasbah melalui iklan-iklan software internet banking palsu yang kerap muncul di sejumlah laman internet. Ketika nasabah mengunduh software palsu itu, otomatis maleware masuk ke ponsel sang nasabah. Virus itu pun memanipulasi tampilan laman internet banking, seolah-olah laman tersebut benar-benar berasal dari bank nasabah.
"Padahal tidak. Begitu virus itu masuk, pelaku yang mengendalikan. Tampilan di layar dibuat persis sama seperti program bank. Jadi, seolah-olah, si nasabah tengah berinteraksi dengan program bank, padahal ke pelaku," ujar Victor.
Begitu pelaku sudah mengendalikan program internet banking nasabah, dengan mudah dia mengetahui kode rahasia rekening nasabah. Namun, si pelaku tidak menguras rekening nasabah.
Dia hanya membelokan arah uang jika nasabah yang telah melakukan transaksi keuangan. Sejauh ini, sudah ada sekitar 300 nasabah yang menjadi korban. Adapun, total kerugian mencapai Rp 130 milyar. Dari tiga bank, ada bank yang bersedia mengganti kerugian nasabah, namun ada juga yang tidak. Penyidik bekerjasama dengan interpol untuk memburu pelaku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.