Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temui Wapres, KY Minta Pemerintah Perhatikan Keamanan Hakim

Kompas.com - 10/04/2015, 21:08 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial meminta pemerintah memperhatikan hak-hak hakim, termasuk hak memperoleh keamanan. Pada Jumat (10/4/2015), Ketua KY Suparman Marzuki menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membahas hal tersebut.

"Kami juga mohon perhatian pemerintah terkait PP 94 Tahun 2012 yang memuat hak hakim, perumahan, transportasi, keamanan, kesehatan yang belum terealisir," kata Suparman di Istana Wakil Presiden Jakarta.

Berdasarkan PP 94 Tahun 2012 seorang hakim berhak memperoleh pengamanan ketika memimpin persidangan, khususnya persidangan kasus yang sifatnya senstif. Paling tidak, seorang hakim bisa dijaga satu orang anggota kepolisian.

"Kepolisian jadi ujung tombak. Idealnya satu hakim memungkinkan dikawal satu polisi," kata Suparman.

Di samping itu, lanjut dia, ruang persidangan harus dalam kondisi steril dari potensi penyerangan terhadap hakim. KY pun menyesalkan penyerbuan gedung pengadilan yang terjadi di Gorontalo beberapa waktu lalu.

"Ancaman-ancaman fisik dan lain-lain yang dialami hakim dilaporkan ke KY. Ini mohon perhatian pemerintah, berharap Wapres bisa berkoordinasi dengan Kepolisian. Kita harap hakim jalankan kewenangannya dengan tanpa takut," tutur Suparman.

Dalam pertemuannya dengan Wapres, KY juga meminta perhatian pemerintah dalam proses rekrutmen hakim. Menurut KY, jumlah hakim yang ada saat ini masih kurang. Sudah empat hingga lima tahun terakhir, tidak dilakukan proses rekrutmen hakim.

"Setelah empat tahun tentu ada gelombang pensiun, ada yang meninggal. Sekarang 7.600 dari sebelumnya 8.300," kata Suparman.

Ia mengatakan bahwa kurangnya jumlah hakim ini dikhawatirkan mempengaruhi laju penyelesaian perkara di pengadilan-pengadilan negeri. Idealnya, satu kasus bisa disidangkan oleh tiga hakim. Namun selama ini, kata Suparman, hanya dua orang hakim yang menangani satu kasus yang masuk dalam persidangan.

"Minimal sembilan hakim rata-rata (satu pengadilan negeri), tetapi tidak bisa dipukul rata karena kan ada yang beban perkaranya tinggi," ucap Suparman.

Hal lain yang diminta KY kepada pemerintah berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan KY dalam proses seleksi hakim. KY juga mendorong pemerintah untuk memprioritaskan pembentukan undang-undang mengenai contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan.

Atas permintaan yang disampaikan KY, menurut Suparman, Wapres meresponnya dengan berjanji akan mengkoordinasikan masalah ini dengan kementerian terkait.

"Wapres respon dengan baik, tentu Beliau akan koordinasikan dengan kementerian terkait, Menpan, Kemenkumham, dan ini berkaitan dengan kewenangan dan fungsi dua kementerian itu," kata Suparman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com