Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Hati-hati! Tak Paham Pancasila Bisa Lahirkan Perselisihan

Kompas.com - 10/04/2015, 10:27 WIB
advertorial

Penulis


"Zaman Soekarno dulu, dunia mengenal dua ideologi negara, yakni liberalis dan sosialis. Kemudian Soekarno menolaknya. Kata beliau, ada satu lagi ideologi negara, yakni yang dianut Indonesia. Apa itu? Pancasila."

Itulah sepenggal kisah yang disampaikan Wakil Ketua MPR RI Mahyudin dalam Sosialisasi Empat Pilar Republika Indonesia (Pancasila sebagai Ideologi Negara, UUD RI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Ketetapan MPR, NKRI sebagai Bentuk Negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Semboyan Negara), Kamis (9/4/2015).

Dalam sosialisasi yang dihadiri 200 peserta itu, Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menjelaskan, Pancasila merupakan landasan Indonesia yang digunakan sebagai pemersatu bangsa. Sebab, dari dulu hingga sekarang, Indonesia terdiri dari berbagai perbedaan, mulai dari suku, bahasa, ras, dan agama. Sehingga, Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menilai, perselisihan sangat berpotensi timbul di masyarakat. Namun itu bisa direduksi oleh Pancasila yang berasas gotong-royong.

Sayangnya, kata Wakil Ketua MPR RI Mahyudin siang itu, kini nilai-nilai Pancasila sebagai pemersatu bangsa mulai terkikis. Akhirnya, asas gotong royong itupun kian hari kian memudar, berganti dengan sifat individualis.

"Akhirnya muncul yang namanya tawuran seperti yang sering kita lihat di media massa. Anak muda pada tawuran," kata Wakil Ketua MPR RI di hadapan anggota Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LBHK) Trisula dan mahasiswa dari STIE Rawamangun, Universitas Empu Trantular, Ikopin, dan Universitas Al Azhar.

Bila tawuran remaja masih bisa ditolerir sebagai gejolak anak muda, tidak demikian dengan perselisihan yang terjadi di antara pejabat. Apalagi, masih kata Wakil Ketua MPR RI Mahyudin, perselisihan itu terjadi karena hal-hal sepele.

"Sekarang anggota DPR pun berantem, saking kuatnya individualisme masing-masing," terang Wakil Ketua MPR RI Mahyudin di Gedung Nusantara V, Komplek Gedung MPR/ DPR/ DPD RI, Senayan, Jakarta.

Menurut Wakil Ketua MPR RI Mahyudin, hal tersebut dikarenakan kurangnya penghayatan dan pemahaman Pancasila di dalam diri mereka. Padahal, seorang pejabat negara sejatinya memiliki pemahaman Pancasila yang baik.

Dalam sosialisasi yang terjalin berkat kerjasama MPR dan LKBH Trisula itu, Wakil Ketua MPR RI Mahyudin berpesan pada seluruh peserta untuk terus menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, hal itulah yang menjadi pesan para pendiri bangsa saat membentuk Indonesia.

Perbedaan, kata Wakil Ketua MPR RI Mahyudin, adalah anugerah yang tidak boleh dijadikan alat perpecahan. Apalagi mengingat Indonesia lahir atas perbedaan-perbedaan tersebut.

"Memang, untuk membangun negara ini kita masih punya banyak PR. Maka dari itu, perlu peran serta semua elemen pemerintah dan masyarakat yang arif dan bijaksana; demi terciptanya bangsa yang adil dan makmur," kata Wakil Ketua MPR RI Mahyudin yang disetujui peserta sosialisasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com