Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pidato Megawati Penuh Pesan untuk Pemerintahan Jokowi

Kompas.com - 09/04/2015, 13:12 WIB
Indra Akuntono

Penulis


SANUR, KOMPAS.com - Pidato politik yang disampaikan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada pembukaan Kongres IV PDI-P penuh pesan untuk pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pidato tersebut disampaikan langsung di hadapan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Juduf Kalla, yang hadir saat pembukaan kongres di Hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur, Kamis (9/4/2015).

"Dasar kepemimpinan harus menyatu dengan rakyat dan pada saat bersamaan setia pada konstitusi. Kesetiaan pada konsitusi ini sifatnya mutlak," kata Megawati.

Megawati menegaskan, pemimpin harus menjalankan kewajiban konstitusionalnya tanpa menghitung apa akibatnya. Menurut Megawati, kepemimpinan seperti ini hanya akan muncul apabila sang pemimpin sungguh memahami sejarah bangsa, memahami siapa rakyatnya, dan memahami darimana asal-usulnya.

Presiden kelima Republik Indonesia itu menyinggung soal gerakan revolusi mental yang digaungkan Jokowi pada masa kampanye pilpres. Ia beranggapan, di tengah berbagai persoalan yang dihadapi Indonesia, revolusi mental sangat diperlukan untuk membangunkan spirit dan kebanggaan sebagai bangsa.

"Revolusi mental melahirkan jiwa yang hidup, berkarakter, disiplin, penuh percaya diri, dan unggul dalam kualitas kehidupan," ujarnya.

Megawati juga meminta pemerintahan Jokowi tidak terlelap atas kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Menurut dia, kekayaan alam tidak ada gunanya jika tidak dikelola optimal oleh bangsa sendiri dan terus digerogoti oleh pihak tak bertanggung jawab.

Megawati meminta pemerintah melaksanakan pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan dengan tidak menyandarkan diri pada bangsa lain. Kerja sama dengan asing itu harus dijalankan atas kesamaan derajat dan prinsip saling menguntungkan.

"Dengan demikian, percaya pada kekuatan rakyat sendiri adalah inti dan esensi atas jalan sebagai bangsa yang berdaulat dan berdikari. Di sinilah revolusi mental seharusnya dijalankan," ucapnya.

Megawati juga menyinggung berbagai dinamika pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden yang masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Pemilu secara langsung membawa konsekuensi pengerahan tim kampanye, relawan, dan berbagai kelompok kepentingan, dengan mobilisasi sumber daya.

"Semuanya wajar ketika diabdikan untuk pemimpin terbaik bangsa. Namun, praktik yang berlawanan kerap terjadi. Mobilisasi kekuatan tim kampanye sangatlah rentan ditumpangi kepentingan yang menjadi 'penumpang gelap' untuk menguasai sumber daya alam bangsa," ungkap Megawati.

"Kepentingan yang semula hadir dalam wajah kerakyatan, mendadak berubah menjadi hasrat kekuasaan. Inilah sisi gelap kekuasaan saudara-saudara," lanjutnya.

Untuk mencegah terjadinya pemanfaatan kekuasaan untuk kepentingan kelompok tertentu, Megawati meminta pemerintah untuk tangguh dalam melakukan negosiasi kontrak pengelolaan sumber daya alam. Ia mengingatkan bahwa banyak kontrak pengelolaan sumber daya alam di Indonesia yang akan segera berakhir.

"Kini saatnya, dengan kepemimpinan nasional yang baru, kontrak Merah-Putih ditegakkan. Demikian pula, badan usaha milik negara harus diperkuat dan menjadi pilihan utama kebijakan politik ekonomi berdikari," kata Megawati.

Megawati juga mengingatkan bahwa dirinya memberikan mandat pada Jokowi untuk maju dalam pilpres adalah untuk berkomitmen pada ideologi yang berpangkal dari kepemimpinan Trisakti. Konsepsi Trisakti inilah yang dianggap Megawati satu tarikan nafas dengan kepentingan yang dijalankan PDI-P.

Ia menegaskan, pekerjaan rumah selanjutnya adalah mengatur mekanisme kerja antara pemerintah dan partai pengusungnya. Megawati menilai hal ini penting karena hubungan pemerintah dan partai pengusung adalah kehendak demokrasi yang didasari konstitusi.

"Landasan konstitusionalnya sangat jelas. Hukum demokrasi yang mengatur bahwa presiden dan wakil presiden memang sudah sewajarnya menjalankan garis kebijakan politik partai," kata Mega.

Megawati mengakui bahwa ucapannya itu untuk menepis penilaian terhadap partai, yang dianggap sebagai beban demokrasi. Megawati menganggap penilaian miring pada partai politik mencederai kolektivitas rakyat dan sengaja diembuskan oleh pihak tertentu yang ingin berkuasa tanpa harus bersusah payah membesarkan partai politik.

"Mereka adalah kaum oportunis. Mereka tidak mau berkerja keras membangun partai. Mereka tidak mau mengorganisir rakyat, kecuali menunggu, menunggu, dan selanjutnya menyalip di tikungan, Saudara-saudara," paparnya.

"Atas dasar konstitusi pula, saya berulang kali menyampaikan kepada Presiden, pegang teguhlah konsitusi itu. Berpijaklah pada konsitusi karena itulah jalan kenegaraan. Penuhilah janji kampanyemu, sebab itulah ikatan suci dengan rakyat," kata Megawati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com