Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Polhukam Dianggap Keliru Sebut Pimpinan KPK Kekanak-kanakan

Kompas.com - 25/01/2015, 11:49 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno dianggap tidak tepat menilai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kekanak-kanakan karena menggerakkan massa untuk memberikan dukungan.

Menurut pengamat komunikasi politik Anwar Arifin, masyarakat mendukung KPK atas inisiatif pribadi, bukan karena ajakan apalagi diperintah.

Anwar menjelaskan, berbagai elemen masyarakat atau individu berinisiatif datang ke Gedung KPK, di Jakarta Selatan, Jumat (23/1/2015), ketika mendengar kabar ditangkapnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri.

"Orang-orang yang hadir di KPK bukan sembarang orang. Mereka datang sendiri karena informasi yang diterima dari media," kata Anwar, saat dihubungi, Minggu (25/1/2015).

Mantan Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Hasanuddin itu melanjutkan, derasnya dukungan masyarakat pada KPK merupakan bukti besarnya harapan publik pada kehadiran pemerintahan yang bersih.

Dukungan itu juga menunjukkan keterbukaan informasi di mana masyarakat memanfaatkan media sebagai pijakan awal menuju perubahan.

"Mereka yang hadir mendukung KPK adalah orang-orang penting yang enggak bisa digerakkan siapa saja. Banyak yang enggak sadar, info dari media adalah penggerak perubahan sosial," ujarnya.

Sebelumnya, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno menilai pimpinan KPK kekanak-kanakan karena menggerakkan massa untuk memberikan dukungan. Padahal menurut Tedjo, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan pimpinan KPK dan Kepolisian untuk tidak membuat suasana semakin panas. [Baca: Menko Polhukam Nilai KPK Kekanak-kanakan jika Kerahkan Massa]

"Jangan membakar-bakar massa, mengajak rakyat, ayo rakyat, kita ini, enggak boleh begitu. Itu suatu pernyataan sikap yang kekanak-kanakan. Berdiri sendiri, kuat dia. Dia akan didukung, konstitusi mendukung. Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu, konstitusi yang mendukung," kata Tedjo.

Ia pun menyayangkan adanya penggerakan massa untuk mendukung KPK tersebut. Menurut Tedjo, tidak elok jika upaya penggerakan massa tersebut dipertontonkan melalui media-media.

"Harusnya itu tidak terjadi. Boleh, asal tertutup, silakan. Jangan semuanya di depan media tersebar luas, tidak baik, kekanak-kanakan," ucap dia.

Seperti diberitakan, massa mendatangi Gedung KPK setelah Badan Reserse Kriminal Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Adapun Bambang ditangkap untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan mengarahkan saksi untuk menyampaikan keterangan palsu dalam sengketa pemilihan kepala daerah untuk Kotawaringin Barat pada 2010.

Penangkapan tersebut mendapatkan perlawanan dari sejumlah elemen masyarakat, terutama para penggiat antikorupsi. Mereka mendatangi Gedung KPK untuk menyampaikan dukungan moral dan mendesak Polri membebaskan Bambang.

Bambang Widjojanto dibebaskan pada Sabtu (24/1/2015) dini hari. Seusai dibebaskan, Bambang meminta masyarakat untuk solid, merapatkan barisan dalam menghadapi permasalahan hukum di negeri ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com