Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: Jokowi Tidak Perlu Khawatir Interpelasi, Cukup Jawab Jujur

Kompas.com - 19/11/2014, 18:14 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah mengatakan Presiden Joko Widodo tidak perlu khawatir apabila DPR mengajukan hak interpelasi. Menurut dia, Jokowi cukup menyiapkan alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan yang akan diajukan DPR nanti.

"Tidak perlu (khawatir). Jawab saja. Setiap keputusan pasti ada risikonya," kata Fahri di gedung parlemen, Rabu (18/11/2014).

Menurut Fahri, Jokowi sebelumnya pernah menyatakan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi berpotensi menghemat pengeluaran pemerintah sebesar Rp120 triliun. Namun menurut Fahri, Jokowi belum memberikan alasan secara jelas akan digunakan untuk apa dana yang dihemat tersebut.

"Itu perlu penjelasan. Retribusi parkir saja yang hanya Rp1.000 - Rp2.000 itu harus dijelaskan untuk apa retribusi itu dilakukan. Karena itu menyangkut uang publik," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.

Sebelumnya, sejumlah fraksi di DPR yang tergabung di dalam Koalisi Merah Putih berencana akan mengajukan hak konstitusional yang mereka miliki. Hal itu menyusul kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi.

Fahri juga berharap Jokowi dapat memberikan penjelasan secara jujur kepada masyarakat terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Menurutnya, kondisi keuangan yang dihadapi Indonesia saat ini, berbeda dengan kondisi keuangan ketika masih dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono.

Saat itu, harga minyak mentah dunia mengalami peningkatan yang cukup tajam, sehingga pemerintah perlu mengambil langkah antisipasi agar keuangan nasional tidak jebol. "Kalau dulu jelas, harga minyak dunia naik sehingga harga BBM bersubdisi harus naik. Sekarang kan harga minyak dunia turun, kenapa harus naik?" tuturnya.

Fahri pun tak sepakat dengan alasan pemerintah yang menyatakan bahwa subsidi BBM itu lebih banyak yang tidak tepat sasaran. Menurut dia, hampir sebagian besar penikmat BBM bersubsidi itu adalah masyarkat kelas pekerja pengguna kendaraan roda dua. Kendaraan tersebut digunakan sebagai moda transportasi sehari-hari untuk bekerja.

"Bilang saja, maaf, pemerintah ingin ambil uang rakyat, karena tidak bisa ambil uang dari tempat lain. Itu lebih fair, lebih real," kata dia. "Pengendara motor di Indonesia itu bukan untuk leha-leha, tapi naik motor untuk cari makan, untuk hidup. Jangan itu kemudian dibilang mubazir aktivitasnya membakar bahan bakar," lanjutnya.

Seperti diberitakan, pemerintah menetapkan harga premium dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500 per liter dan solar dari Rp5.500 menjadi Rp7.500. Pemerintah memastikan bahwa semua stok BBM tersedia sehingga tidak perlu panik dan mengantre di pom bensin.

Saat mengumumkan kenaikan harga BBM kemarin, Presiden Jokowi mengungkap alasannya mengeluarkan kebijakan yang tidak populer ini. Menurut Jokowi, negara membutuhkan anggaran untuk sektor produktif, seperti membangun infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun, anggarannya tidak tersedia karena dihamburkan untuk subsidi BBM yang terus menggelembung setiap tahun.

Sementara itu, bagi masyarakat miskin, pemerintah telah menyiapkan program perlindungan sosial dalam bentuk paket kartu yang sering disebut sebagai "kartu sakti". Paket itu berupa Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com