Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kini, Nazaruddin Enggan Bicara soal Setya Novanto

Kompas.com - 08/10/2014, 12:01 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Tak seperti sebelumnya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin kini enggan berbicara soal Bendahara Umum Partai Golkar Setya Novanto yang sekarang menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019.

Nazaruddin enggan berkomentar ketika ditanya wartawan mengenai dugaan keterlibatan Setya dalam proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). (Baca: Nazaruddin Tuding Setya Novanto Terlibat Proyek E-KTP)

Padahal, dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Nazar menyebut Setya dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai pengendali proyek e-KTP. (Baca: Nazaruddin Mengaku Diancam Setya Novanto)

"Ini sekarang diperiksa untuk kasus wisma atlet dengan tersangkanya Pak Rizal," kata Nazaruddin di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (8/10/2014), saat ditanya mengenai Setya Novanto.

Nazaruddin yang berstatus terpidana suap wisma atlet SEA Games itu dibawa ke Gedung KPK dengan mobil tahanan untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek wisma atlet SEA Games. Dia akan dimintai keterangan bagi tersangka Rizal Abdullah.

Alih-alih menjawab pertanyaan wartawan soal Setya Novanto, Nazaruddin malah menyeret nama Gubernur Riau Alex Noerdin dalam kasus wisma atlet SEA Games. Nazaruddin seolah lebih tertarik menyebut Alex dan sejumlah anggota DPR periode 2009-2014 dalam kasus itu ketimbang bicara lagi soal Setya.

"Kalau Pak Alex itu (terima fee) 2,5 persen, terus anggota DPR-nya yang menerima itu Mirwan Amir, Olly Dondokambey, terus yang sampai sekarang belum tersangka juga kan Wayan Koster, ada jin apa yang melindungi," sambung Nazaruddin.

Sebelumnya, Nazaruddin mengaku telah melaporkan kepada KPK informasi terkait dugaan korupsi proyek e-KTP yang dia ketahui. Dia menyebut ada penggelembungan harga proyek e-KTP hingga Rp 2,5 triliun.

Kepada media, Nazar juga menyebut Setya dan Anas sebagai pengatur proyek e-KTP, sedangkan dirinya dan Andi Saptinus bertugas sebagai pelaksana. Menurut Nazaruddin, Setya dilindungi orang kuat sehingga sulit dijerat KPK.

"Novanto ini bukan hanya (urus) e-KTP. Dia banyak mengurusi proyek, tetapi namanya tidak ada (tidak disebut) di mana-mana. Namun, soal bagi-bagi duit APBN, dia yang selalu mengatur di mana-mana," kata Nazaruddin kira-kira 11 bulan lalu.

Dia juga mengaku pernah didatangi Setya dan politikus Partai Golkar Aziz Syamsuddin di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Selain mereka, Nazaruddin juga ditemui Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (Gema MKGR) Fadh El Fouz yang juga ditahan di Sukamiskin.

Namun, Nazaruddin enggan menyebutkan kepentingan mereka menemui dia di Lapas. (Baca: Nazaruddin: Setya Novanto dan Aziz Syamsuddin Temui Saya di Sukamiskin)

Sementara itu, dalam sejumlah kesempatan, Setya membantah terlibat proyek e-KTP, apalagi membagi-bagikan fee. Dia mengaku tidak tahu-menahu soal proyek e-KTP.

Terkait pengadaan e-KTP, KPK menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto sebagai tersangka.

Sugiharto diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek tersebut. Sejauh ini, KPK belum pernah memeriksa Setya sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com