Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/09/2014, 20:19 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, menjadi saksi meringankan yang dihadirkan pihak terdakwa kasus dugaan korupsi Hambalang, Anas Urbaningrum, dalam persidangan, Rabu (3/9/2014). Yusril menyampaikan penilaiannya mengenai kapan hak dan kewajiban anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai penyelenggara melekat.

Menurut Yusril, seorang anggota DPR baru melekat kewenangannya sebagai penyelenggara negara jika dia telah resmi dilantik. Kepada Yusril, Anas lalu bertanya apakah seseorang yang belum dilantik tetapi sudah dinyatakan sebagai anggota DPR terpilih versi Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa disangka melanggar hukum yang berkaitan dengan kewenangan seorang anggota DPR atau tidak. Yusril lalu menjawab tidak bisa.

"Tidak bisa sama sekali. Mengukur illegal activity dari seseorang, tetap dibutuhkan otoritas. Dalam hal ini, sebelum diambil sumpah jabatan, seseorang tersebut belum anggota DPR. Belum memiliki hak dan kewenangan sebagai anggota DPR," kata Yusril.

Keterangan Yusril ini bisa meringankan Anas. Dalam surat dakwaan, Anas disebut menerima satu unit Toyota Harrier pada September 2009. Ketika itu, Anas belum dilantik sebagai anggota DPR meskipun sudah dinyatakan KPU sebagai anggota DPR terpilih. Anas baru dilantik sebagai anggota DPR pada Oktober 2010.

Pendapat Yusril ini berbeda dengan pendapat yang disampaikan ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada, Prof Edward Omar Sharif, dan ahli hukum perdata dari UGM, Prof Siti Ismijadi. Kedua ahli dari UGM ini dihadirkan tim jaksa KPK dalam persidangan sebelumnya.

Menurut Edward, anggota DPR terpilih meskipun belum dilantik bisa dijerat delik pidana jika menerima hadiah yang berkaitan dengan kewenangannya sebagai anggota DPR. Meskipun belum dilantik, menurut dia, kualitas anggota DPR terpilih itu sama dengan kualitas anggota DPR yang telah dilantik.

Anas didakwa menerima pemberian hadiah atau janji berupa Toyota Harrier, Toyota Vellfire, pembayaran kegiatan survei sekitar Rp 4,78 miliar, uang sekitar Rp 116 miliar, dan uang sekitar 5,2 juta dollar AS. Hadiah atau janji tersebut diduga diterima Anas selaku penyelenggara negara, yakni selaku anggota DPR untuk pemenangannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Di samping korupsi, Anas didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com