Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Diakui, Hukum Adat dalam Kelola SDA Hadapi Ketidakpastian di Pemerintahan Mendatang

Kompas.com - 01/09/2014, 15:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Wakil Presiden Boediono meluncurkan Program Nasional Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat melalui REDD+ untuk menandakan dimulainya era baru melembagakan partisipasi masyarakat tersebut secara penuh dan efektif mengelola sumber daya alam (SDA).

"Program ini merupakan langkah penting sebagai bagian dari perjalanan menempatkan peran dan posisi masyarakat hukum adat ke dalam sistem nasional. Langkah ini sangat taktis dan strategis karena semua pihak mengambil peran dalam kerja sama ini," kata Boediono saat meluncurkan program itu di Istana Wapres Jakarta, Senin.

Hadir dalam acara itu Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Amir Syamsuddin, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto serta sejumlah duta besar.

Menurut Boediono, berbagai langkah parsial telah dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga namun lebih penting untuk mengkoordinasikan semua upaya secara cermat dan sistematis.

Program nasional ini, kata Boediono, termasuk dalam rencana Aksi Penuntasan 100 hari terakhir pemerintahan Presiden Yudhoyono yang melibatkan sembilan kementerian/lembaga, yaitu Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Informasi Geospasial, Komnas HAM, dan Badan Pengelola REDD+.

Kuntoro Mengkusubroto mengatakan program ini merupakan suatu bentuk pengakuan tidak hanya terhadap hak masyarakat adat tapi juga suatu bentuk pengakuan bahwa terobosan pemerintah dapat terjadi jika ada kepemimpinan dan kemauan kuat untuk satu tujuan sama.

Menurut dia, sekalipun sudah ada peluncuran program tersebut namun perjalanan panjang masih terjadi dan akan dihadapi dengan transisi pemerintahan sehingga menimbulkan ketidakpastian apakah akan dilanjutkan atau tidak.

"Akan tetapi saya yakin bahwa selama ini kita bisa saling mengingatkan terhadap janji yang dibuat, dan selama ada koordinasi dan kemauan dari pimpinan kita maka ini tidak akan jadi masalah," kata Kuntoro.

REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation in Developing Countries Plus atau Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara-Negara Berkembang) adalah mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif yang bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang disepakati 190 negara dalam "United Nation Framework Convention on Climate Change" atau biasa disebut UNFCCC (Masripatin, 2007).

REDD+ merupakan kolaborasi terbaik antara negara maju yang tidak banyak memiliki lahan hutan dengan negara berkembang yang memiliki hutan tropis yang luas dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). REDD+ menyertakan tiga peran hutan yaitu konservasi, berkelanjutan pengelolaan hutan dan meningkatkan stok karbon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com