Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enam Dakwaan Jerat Eks Kepala Bappebti

Kompas.com - 24/07/2014, 16:03 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sempurnajaya dijerat enam dakwaan oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Syahrul tak hanya terjerat kasus dugaan suap pengurusan izin pembangunan makam bukan umum di Desa Antajaya, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ia juga didakwa melakukan pemerasan dan pencucian uang.

Dalam dakwaan pertama, Syahrul disebut memeras I Gede Raka Tantra selaku Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia dan Fredericus Wisnubroto selaku Ketua Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia (IP2BI). Gede Raka dan Fredericus diminta menyisihkan fee transaksi dari keseluruhan transaksi di PT Bursa Berjangka Jakarta (PT BBJ) dan PT Kliring Berjangka Indonesia (PT KBI) untuk kepentingan operasional Syahrul sebesar Rp 1,675 miliar.

"Terdakwa selaku Kepala Bappebti memaksa I Gede Raka dan Fredericus untuk menyisihkan fee transaksi dari keseluruhan transaksi di PT BBJ dan PT KBI untuk kepentingan operasional terdakwa berjumlah Rp 1,675 miliar adalah bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri," ujar Jaksa Elly Kusumastuti saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (24/7/2014).

Dalam dakwaan pertama ini, Syahrul dijerat Pasal 12 e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dakwaan kedua, Syahrul disebut menerima suap Rp 1,5 miliar dari Maruli T Simanjuntak yang berinvestasi emas di CV Gold Asset.

Syahrul dinilai telah membantu Maruli yang bermasalah dalam investasi di CV Gold Asset sebesar Rp 14 miliar. Atas bantuan Syahrul, Fanny Sudarmono dari CV Gold Asset bersedia mengembalikan dana investasi ke Maruli sebesar Rp 14 miliar. Syahrul dijerat Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian, dakwaan ketiga, Syahrul menerima suap Rp 7 miliar karena membantu proses pemberian Izin Usaha Lembaga Kliring Berjangka PT Indokliring Internasional. Uang itu diterima Syahrul dari Hasan Wijaya selaku Komisaris Utama PT BBJ dan Bihar Sakti Wibowo selaku Direktur Utama PT BBJ. Syahrul dijerat Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selanjutnya dakwaan keempat, Syahrul didakwa memeras Runy Syamora selaku Direktur PT Millenium Penata Futures (PT MPF) melalui Alfons Samosir sebesar 5.000 dollar Australia.

"Terdakwa selaku Kepala Bappebti yang memerintahkan Alfons untuk meminta kepada Runy uang sejumlah 5.000 dollar Australia untuk kepentingan terdakwa adalah bertujuan untuk menguntungkan diri terdakwa," ujar Jaksa Elly.

Syahrul dijerat Pasal 12 e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dakwaan kelima, Syahrul disebut bersama-sama Direktur Utama PT Garindo Perkasa dan Nana Supriyatna selaku Direktur Operasional PT Garindo Perkasa menyuap Doni Ramdhani selaku Kepala Sub Bagian Penataan Wilayah Bagian Administrasi Pemerintahan Kabupaten Bogor, Rosadi Saparodin selaku Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, Saptari selaku Kepala Urusan Humas dan Agraria KPH Bogor, Burhanudin selaku Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, Iyus Djuher (almarhum) selaku Ketua DPRD Kabupaten Bogor, dan Listo Welly Sabu.

Menurut jaksa, Syahrul telah memberikan Rp 3 miliar kepada sejumlah pegawai negeri tersebut agar merekomendasikan penerbitan izin lokasi Tempat Pemakaman Bukan Umum (TPBU) di Desa Antajaya, Tanjungsari, Bogor, atas nama PT Garindo Perkasa. Dalam dakwaan ini, Syahrul dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Terakhir, dakwaan keenam, Syahrul didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurut jaksa, Syahrul telah menempatkan uang sebesar Rp 880,614 juta dan 92,189 dollar Amerika Serikat. Kemudian, menukarkan mata uang asing yaitu 120.000 dollar AS dan 120.000 dollar Singapura yang ditukarkan ke mata uang rupiah. Selain itu, membelanjakan atau membayarkan uang sejumlah Rp 3,352 miliar. Uang itu di antaranya untuk pembelian mobil Toyota Vellfire, pembayaran cicilan unit Apartemen Senopati Office 8, pembayaran cicilan Toyota Hilux Double Cabin, Kijang Innova V AT Diesel, dan pembayaran asuransi.

Menurut jaksa, hal itu diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan. Jaksa menjelaskan, selama menjabat Kepala Bappebti pada April 2011-2013, penghasilan Syahrul Rp 257.286.000. Uang tersebut terdiri dari gaji pokok, tunjangan struktural, tunjangan istri, tunjangan besar, dan tunjangan pajak.

Untuk dakwaan keenam, Syahrul dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Nasional
Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Nasional
Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Prabowo Klaim Serasa Kubu 'Petahana' Saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Prabowo Klaim Serasa Kubu "Petahana" Saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Nasional
Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangi Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangi Pilpres

Nasional
Bantah Menangi Pilpres akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Bantah Menangi Pilpres akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Nasional
[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta 'Uang Pelicin' ke Kementan

[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta "Uang Pelicin" ke Kementan

Nasional
Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com