Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/07/2014, 12:46 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Seharusnya, setelah masa kampanye pilpres yang berlangsung selama sebulan, kita semua memasuki minggu tenang, seperti yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang secara resmi menjadikan tanggal 6-8 Juli 2014 sebagai masa tenang. Artinya, para kandidat, baik pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa maupun Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kala, dilarang melakukan kampanye dalam bentuk apa pun.

Mereka yang dijagokan pun mengikuti ketetapan KPU. Pasangan Prabowo-Hatta memilih untuk memanfaatkan masa tenang dengan melakukan konsolidasi masa pendukung. Sementara itu, calon presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih melakukan umrah pada masa tenang kampanye, sedangkan Jusuf Kalla memilih pulang kampung.

Ketua KPU Husni Kamil Manik mengimbau agar pada masa tenang kampanye ini, para kandidat bisa menurunkan alat peraga masing-masing. "Mulai pukul 00.00 WIB, kami berharap semua tim kampanye dari masing-masing kandidat sudah mulai membersihkan alat peraga kampanye," kata Husni di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (5/7/2014) malam.

Namun apa yang terjadi? Rupanya mereka yang menjagokan dua pasangan itu, sebagian justru tak mengindahkan ketetapan KPU.

Pada Minggu (6/7/2014) malam, tempo.co melaporkan, saat usai shalat tarawih di Masjid Al-Ikhlas, Kediri, minggu tenang pun mulai berubah menjadi minggu tegang gara-gara sang penceramah menyisipkan kampanye Prabowo dalam khotbahnya, Ahad malam itu. Kontan, jemaah riuh memprotes perilaku ustaz tersebut.

Sementara itu, pada Minggu siang, nun di Hong Kong sana terjadi kekisruhan lantaran sekitar 500 orang tak diberi kesempatan untuk mencoblos dengan alasan tenggat waktu telah usai, seperti yang ditulis oleh pemilik blog Fera Nuraini. Kekisruhan ini sedikit banyak telah pula mengguncang ketenangan karena ada dugaan, mereka yang gagal atau digagalkan mencoblos adalah calon pemilih capres tertentu.

Fera menulis:
Pilihan Presiden 2014 yang dilaksanakan di Hong Kong pada hari Minggu, 6 Juli 2014 berakhir dengan aksi demo dari para BMI yang gagal mencoblos karena TPS sudah tutup.

Saya sendiri datang ke TPS jam 8.30 pagi dan antrian sudah memanjang. Antrian antara yang sudah mendapatkan undangan dan tertera nomor TPS serta jam berapa bisa nyoblos dengan mereka yang antri karena tidak terdata jadi satu. Padahal yang mendapatkan undangan tidak perlu antri dan bisa langsung masuk ke TPS.

Jadi kalau ada yang bilang mereka sengaja datang terlambat itu salah. Saya salah satu saksi diantara banyak saksi yang sepanjang pencoblosan ada di TPS.

Sampai akhirnya terjadilah aksi dari kawan-kawan BMI yang tidak bisa mencoblos karena TPS tutup.

Namun, tulisan Fera atau laporan kawan-kawan Buruh Migran Indonesia (BMI) mengenai peristiwa tersebut, melalui status di Facebook atau video di YouTube, dibantah oleh Ketua Bawaslu RI Muhammad. "Secara umum berjalan lancar dan baik," kata Muhammad, seusai memantau keseluruhan proses pemungutan suara Pilpres 2014 di Hongkong, Minggu (6/7/2014) malam waktu setempat.

Menurut dia, meski ada sejumlah buruh migran Indonesia yang tidak dapat memillih karena telah melewati waktu pemungutan suara, PPLN telah bekerja dengan baik sesuai prinsip pemilu yang jurdil.

"Sebagian besar buruh migran Indonesia datang ke TPS lewat dari pukul 17.00 waktu setempat, padahal izin yang diberikan Pemerintah Hongkong bagi penggunaan fasilitas publik dari pukul 08.30 hingga 17.00," ungkap Muhammad seperti diberitakan Antara.

Tak cuma di dunia nyata, di Facebook pun, kampanye hitam masih gencar beredar. Seseorang mengunggah suara yang isinya mendiskreditkan Prabowo sebagai pemimpin yang temperamental dan dinilai tidak cocok memimpin negeri ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com