Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andai Survei Salah Menyimpulkan

Kompas.com - 01/05/2014, 12:43 WIB

KOMPAS.com - SIAPA yang tahu garis sejarah ke depan? Kenyataannya, semua yang berhubungan dengan masa depan adalah misteri. Apalagi dalam politik, serba kemungkinan (art of possibility) sangat terbuka lebar.

Namun, kadang pemikiran ekstrem harus dimunculkan juga. Salah satu hal ekstrem itu adalah bagaimana jika akhirnya Joko Widodo (Jokowi) gagal menjadi presiden Indonesia? Bagaimana jika Jokowi yang telah menggenapkan harapan publik itu kalah dalam Pemilihan Presiden 9 Juli mendatang?

Tentu yang paling kerepotan menjelaskan adalah lembaga survei. Hampir semua lembaga survei sepanjang 2013-2014 menempatkan Jokowi sebagai calon presiden ideal dan paling dipilih.

Silakan menilik survei yang metodologinya benar, bukan model ”survei-surveian” atau survei partisan yang memang diarahkan untuk tidak menyukai tokoh tertentu.

KOMPAS/TOTO S Teuku Kemal Fasya
Ilmiah statistik

Memang survei adalah survei, tetapi jangan keliru! Survei adalah bagian dari keilmiahan ilmu statistik yang memiliki metodologi ketat. Meragukan survei, menurut seorang profesor, sama dengan menolak pengetahuan penelitian untuk menyimpulkan kebenaran atas sesuatu.

Mode dan metode survei politik telah dipraktikkan di seluruh dunia. Ini menjadi semacam penanda publik pra pemilihan. Sebelum Barack Obama benar-benar terpilih sebagai presiden pun, ia sudah menjadi ”pemenang” dalam survei-survei.

Jika Jokowi kalah, akan jadi keganjilan tersendiri dan itu akan memenuhi pemberitaan politik di dunia, seorang calon presiden ideal publik (melalui survei) gagal dalam pemilihan riil.

Tentu saja kejutan politik mungkin muncul. Kejutan itu bukan karena persepsi publik keliru, tetapi ada industri politik modern yang memungkinkan Jokowi terpuruk. Termasuk di antaranya politik propaganda dan kampanye hitam atas pribadi Jokowi.

Bencana lain juga akan menimpa publik. Publik luas, seperti terbaca melalui pemberitaan atau di media sosial, sekian lama mengharapkan perubahan arah politik melalui antitesis pemimpin ”elitis, borjuis-priayi, karismatis, penuh citra, dan birokrasi kata-kata”.

Jokowi-lah sintesis itu: ”sederhana, proletar, langsung turun ke bawah, bekerja tanpa perlu berwacana, dan penampilan tak berbeda dengan rakyat kebanyakan”.

Rasa pedih tentu akan dirasakan publik. Mendorong sosok seperti Jokowi—yang belum ada dalam sejarah presiden sebelumnya—memerlukan keberanian. Tak mudah memunculkan keberanian di tengah apatisme dan rasa takut publik Indonesia dengan model elektoralisme yang semu. Jokowi menumbuhkan keberanian itu.

Kata filsuf Bertrand Russel, ”When I speak of courage as desirable: a man is courageous when he does things which others might fail to do owing to fear. …The fears which had been repressed forced their way to the surface in ways not recognisable to introspection.” Keberanian adalah mengambil langkah ketika orang lain masih ragu melakukannya karena takut gagal.

Sebelum Jokowi dengan blusukan-nya, siapa di antara calon presiden sekarang ini yang melakukannya, bahkan sebagai langkah politik pencitraan? Siapa yang sabar menemui rakyat, mendengar keluh-kesah mereka, merumuskan kebijakan bersama rakyat, dan memenangkan hati rakyat sebagai pemilik kebijakan sesungguhnya?

Ketika formula Jokowi sukses sebagai praktik demokrasi partisipatoris, mulailah calon presiden lain menirukan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com