Seorang calon presiden baru bisa maju jika diusung partai atau gabungan partai yang mendapatkan 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara nasional.
"Dengan batasan itu, kami melihat hanya ada tiga atau empat nama saja yang akan maju pada pilpres mendatang," kata Agus.
Sementara pasangan simulasinya dipilih berdasarkan opini yang berkembang di media massa.
"Kita lihat kemungkinan koalisi antarpartai yang akan terjadi nanti. Karena tidak mungkin Jokowi dipasangkan dengan Prabowo, atau Demokrat koalisi dengan PDI-P," jelas Agus.
Hasilnya, jika Jokowi dipasangkan dengan Jusuf Kalla mendapatkan elektabilitas tertinggi, yakni 18,8 persen. Prabowo Subianto dipasangkan dengan capres Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa berada pada posisi kedua dengan 9,0 persen. Sementara Jokowi dipasangkan dengan Hatta mendapatkan 6,5 persen.
Pasangan selanjutnya, Dahlan Iskan dan CEO Trans Corp Chairul Tanjung mendapatkan 5,0 persen. Bakal capres Golkar Aburizal Bakrie dan kandidat bakal capres PKB Mahfud MD mendapatkan 4,1 persen. Jokowi-Puan berada pada posisi buncit dengan mendapatkan 4 persen.
"Ini artinya PDI-P harus cermat betul dalam menentukan siapa pasangan Jokowi," kata Agus.
Simulasi pasangan capres-cawapres lainnya tidak mendapatkan angka signifikan sebesar 21,5 persen. Sementara sisanya yang menjawab tidak tahu dan tidak menjawab sebesar 31,1 persen.
Survei ini dilakukan pada 7-14 Maret 2014, sebelum Jokowi dideklarasikan sebagai bakal capres PDI-P. Wawancara dilakukan melalui telepon dengan dipilih secara acak. Jumlah sampel sebanyak 1.500 responden di 33 provinsi atau 170 kota besar di seluruh Indonesia. Margin of error lebih kurang 2,5 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dibiayai oleh PDB sendiri.