Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komentar JK soal Masuknya Boediono dalam Daftar Saksi Kasus Century

Kompas.com - 28/03/2014, 23:00 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI Boediono masuk dalam daftar saksi kasus dugaan penyelewengan dana bail out Bank Century yang saat ini dalam proses sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Menurut Wakil Presiden RI periode 2004-2009 Jusuf Kalla, Boediono tak akan menerima perlakukan khusus jika  dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi di persidangan.

"Kalau di pengadilan semua orang sama, tidak ada bedanya antara orang biasa dengan pejabat kalau di pengadilan," kata JK seusai menghadiri diskusi di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Jumat (28/3/2014).

Terkait kasus yang menjerat mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Budi Mulya ini, menurut JK, KPK tak perlu memeriksa semua pihak yang menghadiri rapat dalam proses penentuan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapannya sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Yang penting aliran uangnya itu ke mana? Itu saja. Apa benar masuk ke Century? Bukan yang hadir rapat diperiksa," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, jaksa penuntut umum KPK berencana menghadirkan 66 saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya. Salah satu saksinya yaitu Boediono. Namun, jaksa KPK belum dapat memastikan mekanisme pemeriksaan Boediono di persidangan yang merupakan orang nomor dua di Indonesia itu. Jaksa juga belum menentukan jadwal untuk memanggil Boediono sebagai saksi.

Sebelumnya, di tingkat penyidikan kasus ini, Boediono pernah diperiksa KPK di Istana Wapres. Pemeriksaan tidak dilakukan di Gedung KPK, Jakarta dengan alasan protokoler.

Dalam dakwaan, Boediono disebut bersama-sama Budi Mulya melakukan penyalahgunaan wewenang terkait pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century oleh Bank Indonesia. Boediono selaku Gubernur BI saat itu disebut menandatangani perubahan peraturan Bank Indonesia (PBI) agar Bank Century memenuhi persyaratan mendapatkan FPJP. Boediono juga memberikan surat kuasa kepada Eddy Sulaeman Yusuf selaku Direktur Direktorat Moneter, Sugeng selaku Kepala Biro Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter, dan Dody Budi Waluyo selaku Kepala Biro Operasi Moneter untuk menandatangani Akta Pemberian FPJP dan Akta Gadai atas FPJP Bank Century.

Namun, sebelum adanya penandatanganan perjanjian, pemberian FPJP antara BI dan Bank Century, dana FPJP tahap I telah dicairkan sebesar Rp 356,813 miliar. Penandatanganan perjanjian pun baru dilakukan keesokan harinya. Setelah itu, dilakukan pencairan FPJP tahap I sebesar Rp 145,260 miliar dan FPJP tahap II sebesar Rp 187,321 miliar.

Dalam kasus ini, Budi selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang IV Pengelolaan Moneter dan Devisa didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1 miliar dari pemberian FPJP Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Budi juga didakwa telah menyalahgunakan wewenangnya. Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 689,394 miliar terkait pemberian FPJP dan Rp 6,762 triliun dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com