Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Berbangsa di Mata Anas Urbaningrum

Kompas.com - 17/01/2014, 15:55 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kalimat "Janji Kebangsaan Kita" dipilih Ketua Presidium ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Anas Urbaningrum sebagai judul buku kesebelasnya. Terlihat dari judul buku ini, Anas memang lebih banyak menyoroti persoalan kebangsaan. Buku yang dirilis pada Jumat (17/1/2014) atau tepat satu pekan setelah Anas ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu bukanlah buku sebanarnya.

Hal ini pun diakui Anas dalam bagian prakata. Buku Anas kali ini adalah kumpulan esai dari tahun 2010-2013. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu menyadari, jenis buku seperti ini kerap mendapat kritik dan diledek. Namun, dia mengaku kritik itu akan menjadi vitamin baginya untuk membuat sebuah buku yang utuh mengenai demokrasi dan politik di Indonesia. Buku dengan tebal 210 halaman ini dibagi ke dalam tiga bagian, yakni "Kebangsaan Kita", "Politik dan Demokrasi", dan "Kesalehan Sosial".

Saat membahas soal kebangsaan, Anas menganalogikan aktivitas itu mirip sekelompok pendaki gunung yang bertekad bersama-sama mencapai puncak tujuan, berteduh bersama ketika hujan badai menerpa, saling menolong ketika ada yang sakit.

"Analogi mendaki gunung ini sangat relevan karena kita tidak bisa serta-merta putar haluan dan pulang sendiri-sendiri ketika lelah melanda," tulis Anas.

Bangsa Indonesia, sebut Anas, telah jauh meninggalkan kaki gunung sejak Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. "Kita harus terus mendaki smapai ke puncak," kata Anas.

Anas pun mengutip sebuah fenomena lukisan bergamban Presiden kedua RI Soeharto di belakang bak truk di jalan Pantura dengan kata-kata, "Isih enak jamanku tho?" (lebih enak pada saat zaman saya, kan?).

Menurutnya, gambar ini hanya boleh menjadi lelucon satir, dan bukannya sebagai pembenaran untuk menyerah dan memutar ke belakang jarum jam sejarah.

Potret Bangsa

Membicarakan soal kebangsaan tak luput dari realitas masyarakat Indonesia yang beragam. Hal ini yang kemudian diangkat Anas dalam berbagai esai singkatnya yang terbit di berbagai media massa. Esai "Mengobati Luka Teror" tentang peledakan bom di Gereja Bethel Injil Sepenuh di Kepunton Solo diambil Anas untuk menggambar luka teror yang dialami bangsa ini.

Dia mengatakan, cara terkuat untuk menangani terorisme adalah dengan bergandengan tangan memusuhi terorisme. "Bangsa Indonesia akan menjadi lebih kuat dan mampu menyembuhkan luka-luka akibat teror. Soliditas dan solidaritas kita adalah pesan yang paling kuat bahwa Indonesia tidak akan terpecah belah oleh teror," tulis Anas.

Anas juga menyoroti soal pengakuan warga Tionghoa oleh negara dalam tulisannya yang berjudul "Imlek untuk Indonesia". Presiden ke-4 RI almarhum Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengizinkan warga merayakan Hari Raya Imlek. Sama seperti Gus Dur, Anas pun yakin kekuatan bangsa Indonesia sesungguhnya adalah keragaman itu sendiri.

Hubungan lintas etnis, suku, dan agama kembali ditulis Anas dalam "Makna Nyepi bagi Kebinekaan Kita". Anas mengaku kagum dengan pelaksanaan hari raya Nyepi bagi umat Hindu di Bali. Pada hari raya itu, umat Muslim di Pulau Dewata bahkan rela tidak mengumandangkan adzan demi menghormati pelaksanaan hari raya umat lain.

"Keberagaman kita adalah anugerah dan toleransi merupakan sebuah keniscayaan jika kita ingin menikmati nikmat dari kebinekaan itu," tulis Anas.

Tak hanya memotret soal hubungan berbangsa, Anas juga sedikit menyinggung soal perpolitikan Tanah Air, terutama yang menyangkut Partai Demokrat. Namun, pandangan Anas soal Partai Demokrat dan pemerintahan tidak sekritis sikap Anas saat ini. Pasalnya, ketika esai-esai ini ditulis, Anas masih bergabung sebagai kader Partai Demokrat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com