Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta Banjir, Andai Jokowi Tak Didorong-dorong "Nyapres"...

Kompas.com - 13/01/2014, 09:10 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hujan dua hari berturut-turut, Sabtu (11/1/2014) dan Minggu (12/1/2014), genangan dan banjir sudah menyebar di Jakarta. Bukan salah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tentu saja. Namun, andai saja wacana pengusungan Jokowi menjadi calon presiden tak semencuat hari-hari ini, barangkali pemikiran untuk solusi banjir Jakarta akan dipikul rata oleh lebih banyak tokoh. Apa hubungannya?

"Baru hujan dua hari, yang itu pun belum paling lebat, kita sudah melihat banjir dan macet di Jakarta hari ini. Tak beda dengan zaman Foke (Fauzi Bowo), mungkin malah memburuk," ujar Wakil Ketua DPP Partai Amanat Nasional, Dradjad Hari Wibowo, memulai perbincangan soal banjir Jakarta, Senin (13/1/2014).

Dradjad sedang tidak bicara soal kepentingan politik partainya. "Saya tahu akan dicaci para pendukung Jokowi karena pendapat saya ini," kata Dradjad sebelum mengemukakan pendapatnya lebih lanjut. "Tapi untuk kebaikan, saya siap menerima," ujar dia.

Jokowi, kata Dradjad, adalah tokoh politik yang cemerlang. Menurut dia, Jokowi punya kesempatan emas menjadi Gubernur DKI Jakarta yang sukses, bahkan pemimpin nasional pada saatnya kelak. "Sayangnya, Jokowi 'tersandera' oleh wacana pencapresan yang terlalu awal. Dia disandera pendukung-pendukungnya sendiri yang tak sabaran ingin 'ngatur negara'," papar dia.

Jokowi "sendirian"...

Implikasi dari wacana yang terus bergulir bak bola salju tentang pencapresan Jokowi, menurut Dradjad, menempatkan Jokowi pada posisi terjepit. Tak hanya dia, banyak tokoh nasional pun yang menjadi canggung untuk turun tangan membantu Jokowi menangani masalah Jakarta.

"Jokowi tidak lagi mendapatkan dukungan penuh tokoh-tokoh nasional yang dulu 'membawa' Jokowi dari Solo ke Jakarta," kata Dradjad. Prabowo dan Jusuf Kalla, misalnya, menurut Dradjad, tidak akan nyaman sekarang ketika melihat orang yang mereka orbitkan justru "menelan" mereka.

"Demikian pula ibu Mega (Megawati Soekarnoputri)," imbuh Dradjad. Menurut Dradjad, saat ini Megawati dipojokkkan oleh orang-orang yang tak paham etika politik. Presiden dan para menteri yang notabene mayoritas berlatar belakang partai politik menjadi "berhitung" kalau terkait dengan program kerja Jakarta.

"Mereka (para pejabat) ingin memastikan bahwa rakyat tahu program itu dari pemerintah pusat, bukan dari pemerintah daerah DKI Jakarta, apalagi Jokowi," papar Dradjad. Padahal, persoalan Jakarta tak akan bisa diselesaikan sendirian oleh Jokowi. "Jakarta butuh usaha bersama kita semua. All out," tegas dia.

Jakarta, kata Dradjad, adalah salah satu kota paling kacau di dunia. Sutiyoso, sebut dia, sudah melakukan banyak terobosan, mulai dari membongkar kekumuhan Monas dan Stadion Menteng, hingga memunculkan bus transjakarta.

Fauzi Bowo, lanjut Dradjad, bagaimanapun adalah pembangun jalan layang Antasari dan bahkan Casablanca. "Namun, dengan 12 juta penduduk pada siang hari, beban Jakarta jauh lebih berat daripada Singapura bahkan London sekalipun."

Melepaskan kepentingan pragmatis partai politik terkait pemilu, Dradjad berharap, banjir yang sudah datang lagi di Jakarta, meski hujan belum lebat-lebatnya di Jabodetabek, menjadi "wake up call" bagi para pendukung Jokowi untuk tak buru-buru mengusung Jokowi ke pemilu presiden. "Berpolitik itu perlu proses, tidak bisa instan," ujar dia.

Dradjad menegaskan pendapatnya ini lagi-lagi bukan berdasarkan pertimbangan pendek jabatannya sebagai wakil ketua umum partai kompetitor Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), partai pengusung Jokowi.

"Saya akademisi dan profesional di bidang keuangan, bukan semata politisi," kata Dradjad. Sebagai pembanding, dia menyebutkan tokoh-tokoh nasional di negara lain yang tak punya cerita "tiba-tiba" menjadi kepala negara.

"Lihat pengalaman Bush, Clinton, bahkan Merkel dan Putin. Ada tahapannya," kata dia. Kembali ke soal banjir, Dradjad berkomentar singkat, "Saya ingin Mas Jokowi berhasil memperbaiki Jakarta kita bersama."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com