Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budi Susanto: Tuntutan 12 Tahun Sangat Berat

Kompas.com - 02/01/2014, 18:45 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) roda dua dan empat di Korps Lalu Lintas Polri, Budi Susanto, menilai tuntutan 12 tahun penjara sangat berat. Budi yang merupakan Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) itu membantah telah mengatur proyek simulator SIM. Dia mengatakan hanya ditipu oleh Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang.

“Saya ditipu orang. Kita ini korban karena balas dendam Sukotjo, kan sudah jelas. Apa sih yang saya lakukan? Tuntutan ini sangat berat, kita harus lihat bukti persidangan seperti apa,” kata Budi seusai sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (2/1/2014).

Budi pun sesumbar berani bersumpah bahwa dirinya tidak mengatur proyek senilai Rp 178 miliar itu. Dengan nada tinggi dan penuh emosi, Budi terus menuding Sukotjo sebagai dalang kasus ini.

“Berani saya sumpah tujuh turunan kalau saya tidak atur proyek ini. Semua kerjaan Sukotjo. Kalau dia berani sumpah tujuh turunan, saya juga mau sumpah. Sukotjo itu pemain,” katanya.

Sementara itu, Budi juga membantah pernah memberi uang kepada Inspektur Jenderal Djoko Susilo yang saat itu menjabat Kepala Korlantas Polri. Uang itu disebut agar PT CMMA memenangkan proyek simulator. Menurut Budi, cerita uang dalam kardus darinya untuk Djoko hanya rekayasa Bendahara Korlantas saat itu, Kompol Legimo dan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Teddy Rusmawan.

“Enggak ada itu semua (uang untuk Djoko). Itu rekayasa Legimo, si Teddy. Teddy itu pemain besar, proyek di situ, Korlantas, proyeknya Teddy yang main semua. Teddy semua sama Sukotjo mainnya,” kata Budi dengan nada tinggi.

Budi dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Budi juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 88,4 miliar. Jika tidak dibayar satu bulan setelah putusan mendapat kekuatan hukum tetap, maka seluruh hartanya disita dan dilelang. Jika nilai hartanya tidak mencukupi, maka harus diganti dengan pidana penjara selama enam tahun.

Budi dianggap telah memperkaya diri sendiri Rp 88,4 miliar dari proyek simulator. Budi juga telah memperkaya orang lain yaitu mantan Kakorlantas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Djoko Susilo sebesar Rp 36,9 miliar, Wakakorlantas Brigjen (Pol) Didik Purnomo sebesar Rp 50 juta, dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang sebesar Rp 3,9 miliar. Kemudian telah memperkaya Primkoppol Polri senilai Rp 15 miliar.

Jaksa menganggap Budi terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana.

Adapun perbuatan Budi disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 121,830 miliar dalam perhitungan dari BPK RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com