Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratu Atut, Contohlah Andi Mallarangeng...

Kompas.com - 20/12/2013, 22:49 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pengamat ekonomi politik Universitas Tirtayasa, Dahnil Anzar, menilai, penahanan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah merupakan langkah awal bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar sejumlah kasus korupsi besar di Banten. Namun, KPK harus menggandeng aparat kepolisian dalam mengungkap kasus korupsi yang terjadi di Banten. 

Dahnil mengatakan, kasus korupsi yang terjadi di Banten tak hanya sekadar kasus korupsi yang kini tengah ditangani KPK. Akan tetapi, masih banyak kasus korupsi yang sebetulnya terjadi baik di level birokrasi, legislatif, maupun pengusaha. 

"Penahanan Atut mengonfirmasi hadirnya dinasti rente atau politik rente di Banten. Dan penahanan Atut tidak berarti akan menghapus politik dinasti rente korupsi di Banten," kata Dahnil melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Jumat (20/12/2013). 

Dahnil mengatakan, sebelum mencuat ke permukaan, sejumlah elemen masyarakat telah melaporkan dugaan praktik korupsi oleh Ratu Atut ke KPK. Setidaknya, lebih dari 1.000 laporan yang belum ditindaklanjuti oleh KPK. Banyaknya laporan tersebut, kata Dahnil, tentu saja tidak akan mampu ditangani KPK sendiri. 

KPK perlu menggandeng kepolisian dan kejaksaan yang memiliki kompetensi untuk menangani kasus korupsi. Sinergi penanganan korupsi di ketiga lembaga tersebut diyakini akan dapat menyelesaikan semua persoalan korupsi yang terjadi di Banten. 

"Dibutuhkan peran aktif aparatur hukum lain karena kasus korupsi yang terjadi di Banten yang dilaporkan ke KPK saja sudah lebih dari 1.000 kasus," ujarnya. 

Sementara itu, ia mengimbau Ratu Atut sebaiknya mundur dari jabatannya sekarang untuk menyelesaikan persoalan hukum yang menjeratnya. Terlebih lagi, sikap tersebut seharusnya sudah dapat ditunjukkan Ratu Atut ketika KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus ini. Kendati demikian, ia menyadari bahwa secara hukum, Ratu Atut masih berhak menduduki jabatan sebagai gubernur Banten. Ia harus mundur ini ketika ia menjadi terdakwa.

"Kebesaran jiwa Andi Malarangeng ketika ditetapkan sebagai tersangka yang kemudian mundur agaknya perlu dicontoh Atut. Dengan mengambil sikap mundur, saya kira Atut memberi contoh yang baik kepada publik di tengah berbagai tuduhan tidak baik kepadanya," tandasnya. 

Sebelumnya, KPK menahan Ratu Atut seusai pemeriksaan selama enam jam, Jumat. Selanjutnya, Ratu Atut ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta. 

"Ditahan selama 20 hari pertama," kata Juru Bicara KPK Johan Budi. 

Dalam kasus ini, Atut terlibat sejak awal dengan ikut mengondisikan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka sehubungan dengan kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar. Atut merupakan salah satu Ketua DPP Partai Golkar, sementara Akil sebelum menjadi hakim konstitusi juga anggota DPR dari Partai Golkar. 

KPK bahkan menduga perintah penyuapan datang dari Atut kepada Wawan yang merupakan tim sukses pasangan Amir-Kasmin. Atut diduga punya kepentingan agar pasangan Amir-Kasmin menang dalam Pilkada Lebak. KPK juga menduga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ikut terlibat penggelembungan dana dalam pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com