Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Modus Korupsi Atut di Proyek Alkes?

Kompas.com - 17/12/2013, 16:50 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka dalam dua perkara sekaligus, yakni kasus suap sengketa Pilkada Lebak, Banten, dan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Provinsi Banten. Dalam kasus alkes, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menemukan adanya sejumlah praktik penggelembungan nilai Harga Perkiraan Sementara (HPS) dalam proses lelang hingga tidak sesuainya alat-alat yang dibeli pemerintah.

Akibat modus praktik korupsi dalam pengadaan alkes ini, Fitra mencatat kerugian negara yang diperkirakan sebesar Rp 46,3 miliar.

1. Penggelembungan HPS

Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi, menjelaskan, dalam modus penggelembungan nilai HPS, Dinas Kesehatan Banten selalu menambahkan keuntungan dalam HPS sebesar 15 persen dari harga awal. Padahal, lanjut Uchok, harga jual telah termasuk keuntungan.

“Tetapi, diduga untuk mencari keuntungan, mereka selalu menambahkan 15 persen sehingga pengadaan ini tidak akan mendapat harga terbaik, tetapi harga mahal dan kualitas barang bisa-bisa di bawah kualitas,” ujar Uchok dalam siaran pers yang diterima wartawan, Selasa (17/12/2013).

Berdasarkan data yang dimiliki Fitra, berikut penyusunan HPS yang tidak wajar karena adanya penambahan harga sebesar 15 persen tersebut:

No

Pekerjaan

Perhitungan Tim Penyusunan HPS

HPS Seharusnya

Selisih

1

Pengadaan Alat Kedokteran Radiologi

 6.714.260.000

 5.838.520.966

 875.739.034

2

Pengadaan Alat Kedokteran Poli Kinik Penunjang

 11.992.136.000

 10.427.943.900

 1.564.192.100

3

Pengadaan Alat Kedokteran Bedah Sentral

 15.026.683.000

 13.066.675.966

 1.960.007.034

4

Pengadaan Alat Kedokteran Ruang ICU

 3.670.549.000

 3.191.784.933

 478.764.067

5

Pengadaan Alat Kedokteran Poliklinik Dasar

 12.734.980.500

 11.073.902.033

 1.661.078.467

6

Pengadaan Alat Kedokteran Ruang Rawat Inap Kebidanan

 14.005.828.400

 12.178.981.833

 1.826.846.567

7

Pengadaan Alat Kedokteran Ruang Rawat Inap

 9.441.137.700

 8.209.404.866

 1.231.732.834

8

Pengadaan Alat Kedokteran Ruang UGD

 14.720.239.000

 12.800.196.933

 1.920.042.067

9

Pengadaan Alat Kedokteran Gas Medis

 6.986.724.000

 6.076.310.900

 910.413.100

10

Pengadaan Alat Kedokteran Sterilisasi,
Ruang Operasi, Bedah Sentral, IGD, ICU,
Kesehatan Jiwa, Radiologi, Penyakit Paru

 10.395.000.000

 9.039.129.000

 1.355.871.000

11

Pengadaan Alat Kedokteran Gigi dan
Mulut, THT, Mata

 4.455.000.000

 3.873.910.700

 581.089.300

12

Pengadaan Alat Kedokteran Kandungan
dan Kebidanan, Penyakit Jantung, Poli
Saraf, Ortopedi

 6.435.000.000

 5.595.649.033

 839.350.967

13

Bedah Saraf, Umum, Urologi, NICU

 6.435.000.000

 5.595.653.433

 839.346.567

 

Jumlah

 123.012.537.600

 106.968.064.496

 16.044.473.104

 Total kerugian negara akibat penggelembungan HPS ini mencapai Rp 16 miliar.

2. Pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan tidak sesuai ketentuan

Uchok memaparkan, pengadaan alat kesehatan diduga tidak sesuai standar. Fitra, lanjut Uchok, menemukan alat kesehatan yang masih dikemas tidak disertai dengan buku manual, kartu garansi, dan certificate of origin yang seharusnya menjadi kesatuan dalam produk yang dipesan dan telah dijamin oleh perusahaan pendukung penyedia alat kesehatan.

Selain itu, Fitra juga menemukan alat kesehatan yang tidak lengkap atau kurang komponennya, tetapi dalam berita acara pemeriksaan alat kesehatan oleh panitia penerima/pemeriksa dinyatakan sesuai dan selesai 100 persen. Uchok mengatakan, hal ini terjadi pada pengadaan sarana penunjang pelayanan kebidanan, penyakit jantung, poli saraf, dan ortopedi. Pada alat tersebut terdapat curretage set sebanyak tiga unit dengan harga per unit Rp 78,1 juta, tetapi tidak lengkap karena isi masing-masing kurang tiga item.

Selanjutnya, Fitra juga menemukan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi pada kontrak, tetapi dalam berita acara pemeriksaan alat kesehatan oleh panitia penerima/pemeriksa dari Dinas Kesehatan pengadaan tersebut dinyatakan sesuai dan selesai 100 persen. Sebagai contoh, pada Pengadaan Sarana Penunjang Pelayanan Sterilisasi, Ruang Operasi, IGD, ICU, Kesehatan Jiwa, Radiologi, dan Penyakit Paru RS Rujukan Provinsi Banten dengan nilai kontrak sebesar Rp 10,2 miliar.

Salah satu alat kesehatan yang diadakan adalah Bio Feed Back dengan harga sebesar Rp 1,9 miliar atau 18,86 persen dari nilai kontrak yang ternyata juga tidak sesuai spesifikasi yang disepakati. Dalam kontrak disebutkan, spesifikasi Bio Feed Back dengan merek Nexus 10 yang dibuat oleh Mind Media-Netherlands terdiri dari empat komponen, yaitu main unit, computer system (PC), sensor electrode, dan aksesori. Namun, spesifikasi aktual atas keempat komponen tersebut terdiri dari bermacam-macam merek dan hanya main unit serta beberapa aksesori yang sesuai dengan kontrak.

“Dari gambaran di atas, dari realisasi anggaran sebesar Rp 147.893.502.000 atau 99,05 persen dari total budget, ada dugaan kerugian negara sebesar Rp 46.301.917.104 yang diungkap oleh KPK. Siapa yang paling diuntungkan dalam meraup uang pajak rakyat ini? Dan korupsi alat-alat kesehatan ini sudah menjadi suatu pengkianatan pejabat daerah kepada rakyat dalam hal merampas hak pelayanan dasar rakyat,” tukas Uchok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com