Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahalnya Menjadi Calon Presiden

Kompas.com - 21/07/2013, 11:21 WIB
Marcellus Hernowo

Penulis


KOMPAS.com
- Rabu, 3 Oktober 2012, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri meninggalkan Manado, Sulawesi Utara, menuju Ambon untuk kemudian ke Jakarta. Perjalanan tiga hari itu diawali dari Kota Semarang, Jawa Tengah.

Dalam pesawat yang membawa Megawati dan rombongan, tergeletak sejumlah koran, salah satunya terbitan Sulawesi Utara. Di berita utamanya ditulis, setelah Megawati, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketua Umum Partai Demokrat (saat itu) Anas Urbaningrum segera menyusul berkunjung ke Sulawesi Utara. Berkunjung ke daerah jadi salah satu kegiatan pimpinan partai politik. Tujuannya macam-macam, seperti konsolidasi, kampanye pemilu kepala daerah, atau menyosialisasikan diri mereka sendiri.

Untuk berkunjung ke daerah dibutuhkan fisik prima dan dana tak sedikit. Untuk kunjungan ke Talaud, Sulawesi Utara, selama kurang dari dua jam, rombongan Megawati harus menyewa pesawat dari Manado. Pasalnya, jika menggunakan kapal laut, dibutuhkan waktu satu malam perjalanan.

Acara di daerah juga membutuhkan banyak orang untuk menyiapkannya. Mulai dari memesan penginapan, menyiapkan lokasi acara, mengatur kendaraan yang dipakai serta rute perjalanan, dan terutama memastikan kehadiran masyarakat di acara yang digelar. Akan jadi cerita panjang yang menyesakkan jika ternyata acara tak dikunjungi banyak orang.

Kondisi ini membuat kunjungan ke daerah biasanya hanya dilakukan pemimpin parpol besar atau pejabat negara seperti menteri yang memiliki sejumlah fasilitas untuk digunakan.

Saat ke daerah, pemimpin parpol dan pejabat negara juga punya sesuatu yang ditawarkan. Menteri punya program dan kebijakan di kementerian yang dapat dibawa ke daerah yang dikunjungi. Pemimpin parpol punya mesin seperti lewat kadernya di eksekutif atau legislatif yang dapat memperjuangkan aspirasi masyarakat setempat. Mereka juga punya wewenang memengaruhi kebijakan.

Mereka yang populer

Kekuatan pejabat negara atau pemimpin parpol ini akhirnya membuat kehadiran mereka menarik perhatian liputan media. Akses mereka terhadap media relatif lebih terbuka. Seperti disampaikan M Qodari dari Indo Barometer, popularitas memang lebih mudah didapat pemimpin parpol atau pejabat pemerintah. Tokoh seperti Dahlan Iskan atau Gita Wirjawan juga mulai relatif lebih banyak dikenal saat menjadi menteri. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo juga makin menarik perhatian setelah memimpin Jakarta.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES, TRIBUNNEWS/DANNY PERMANA, KOMPAS/FERGANATA INDRA Aburizal Bakrie (tengah), Dahlan Iskan (kiri bawah), dan Sri Sultan HB X (kanan bawah)

”Potensi popularitas juga dimiliki pemilik atau pengusaha media karena akses yang mereka miliki,” ujar Qodari.

Saat yang sama, seorang tokoh seperti Mahfud MD cenderung turun ketika tak lagi menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Ini, antara lain, karena ketika tak lagi menjabat di MK, daya tarik Mahfud bagi media mulai berkurang. Kondisi Mahfud ketika sekarang berkunjung ke daerah juga tak lagi seperti saat masih menjadi Ketua MK. Media tak mengikutinya.

Sejumlah survei popularitas terkait Pilpres 2014 membuktikan hal ini. Urutan atas cenderung diisi tokoh parpol, pejabat pemerintah, dan pemilik/pengusaha media.

Dalam kondisi seperti ini, konvensi pemilihan calon presiden yang digagas Partai Demokrat seperti angin segar yang diharapkan memunculkan tokoh baru pada Pilpres 2014. Apalagi, meski belum jelas mekanismenya, konvensi dijanjikan terbuka. Partai Demokrat juga menyatakan tidak memungut biaya.

Namun, seperti disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua, peserta konvensi harus membiayai sendiri sosialisasi mereka. Padahal, biaya sosialisasi ini yang mahal. Pasalnya, mereka setidaknya harus melakukan perjalanan ke sejumlah daerah dan membuka akses ke media.

Konvensi yang digelar Partai Golkar pada 2004 menunjukkan, acara itu akhirnya diikuti mereka yang bermodal. Untuk dapat bertarung dalam pilpres di negeri ini, mungkin memang mahal dan hanya terbuka bagi segelintir orang. Namun, harapan munculnya sosok baru tetap tak boleh ditutup. Apalagi, sejarah kadang punya kehendaknya sendiri. (NWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nasional
PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Nasional
Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Nasional
Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Nasional
Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Nasional
Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

Nasional
Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Nasional
Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Nasional
KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

Nasional
Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com