Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Ada Perjanjian Ekstradisi, tapi di Mana Djoko Chandra?

Kompas.com - 19/06/2013, 16:58 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Papua Niugini yang baru disepakati belum bisa langsung memulangkan narapidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Chandra. Ia menjadi buron sejak tahun 2009. Djoko tidak bisa diekstradisi karena keberadaannya yang masih misterius.

Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan, perjanjian ekstradisi itu hanya memberikan landasan kuat bagi aparat penegak hukum di Indonesia untuk memulangkan Djoko Chandra. Namun, ia tak bisa memastikan keberadaan Djoko.

"Kemungkinan dia bisa ada (di Papua Niugini), bisa tidak. Tapi dia menetap di sana," ujar Darmono, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (19/6/2013).

Darmono mengungkapkan, paspor Djoko sempat dicabut oleh otoritas Papua Niugini, tetapi kemudian dikembalikan lagi setelah ia mengajukan keberatan. Dengan paspor itu, mobilisasi Djoko bisa lebih leluasa. Saat ditanyakan kemungkinan Djoko masih berada di Singapura, Darmono membantah.

"Berdasarkan catatan Interpol di Singapura, tidak ada catatan, tidak ada nama atas yang bersangkutan," ucap Darmono.

Ekstradisi terhadap Djoko, lanjut Darmono, baru bisa dilakukan setelah ada keputusan pengadilan tentang pencabutan hak kewarganegaraan Djoko di Papua Niugini. Jaksa Agung Basrief Arief menambahkan, keberadaan Djoko yang misterius menjadi kewajiban aparat hukum Papua Niugini.

"Itu nanti mereka yang urus (mencari Djoko)," tuturnya.

Pemerintah RI dan Papua Niugini menandatangani nota kesepahaman mengenai perjanjian ekstradisi kedua negara di Istana Merdeka pada Senin (17/6/2013). Nota yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin ini adalah bagian dari 11 nota kesepahaman dalam kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Papua Niugini Peter O'Neill dan delegasinya.

Perjanjian ekstradisi ini diharapkan bisa menjadi jalan keluar dari proses pemulangan Djoko Chandra yang berlarut-larut. Djoko merupakan terdakwa kasus hak tagih Bank Bali 11 Januari 1999. Ia meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta ke Port Moresby, Papua Niugini pada 10 Juni 2009.

Kepergiannya itu hanya berselang satu hari sebelum Mahkamah Agung memutuskan perkaranya. Mahkamah Agung menyatakan, Djoko Chandra bersalah dengan dihukum penjara 2 tahun, harus membayar denda Rp 15 juta, serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 54 miliar dirampas untuk negara.

Pada tahun 2012, Djoko kemudian menjadi warga negara Papua Niugini dan mengubah namanya menjadi Joe Chan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com